JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak hanya menjadi artis, Desy Ratnasari membuktikan diri ia mampu lulus hingga jenjang pendidikan S3.
Pada Maret 2025 Desy diwisuda atas pendidikan doktoral di Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya, Jakarta.
Di awal bulan Agustus ini Desy viral lantaran putrinya, Nasywa Nathania Hamzah meminta maaf lantaran belum bisa menyamai prestasi akademik sang ibu. Nasywa merasa ia cukup kuliah sampai jenjang S2 saja.
Kini gelar Desy secara lengkap menjadi Dr. Desy Ratnasari, S.Psi., M.Si.,M.Psi., Psi.
Baca juga: Kampus dan Jurusan untuk Beasiswa LPDP Akan Ditentukan oleh Pemerintah
Sejatinya pada era akhir 80-an lalu Desy lebih dikenal sebagai model dan penyanyi. Bagaimana ceritanya ia bisa sampai sukses kuliah tinggi?
Desy lahir tanggal 1 Oktober 2014 di Sukabumi, Jawa Barat. Dari SD sampai masa SMA ia habiskan di kampung halamannya. Ia merupakan sulung dari empat bersaudara.
Pada tahun 1988 Desy berhasil menyabet juara 2 pemilihan Gadis Sampul yang membuka pintu kariernya di industri hiburan.
Ia mengambil kuliah S1 jurusan Psikologi di Universitas Atma Jaya. Saat itu ia tengah aktif membintangi sejumlah sinetron dan film. Namun, Desy berhasil lulus tahun 2002.
Kemudian Desy kuliah lagi, masih di bidang psikologi. Pertama ia mengikuti program Magister Sains di Universitas Indonesia. Pada 2005 ia lulus dari almamater jaket kuning dengan gelar M.Si.
Baca juga: Kisah Dava, Lulus Kuliah Kedokteran di Usia 19 Tahun, Ingin Bahagiakan Orangtua
Lalu, tahun 2008 ia kuliah lagi di Atma Jaya dengan menekuni program Magister Psikologi Profesi.
Gelarnya bertambah dengan M.Psi dua tahun berselang. Kala itu Desy sudah mulai menepi dari gemerlap keartisan.
Ia juga pernah dua kali menjadi anggota DPR, yakni 2014-2019 dan 2019-2024.
Setelah itu, nama Desy tercatat sebagai mahasiswa jenjang Doktor program studi Ilmu Psikologi sejak 2019 di Atma Jaya. Desy lulus pada semester ganjil tahun 2024/2025.
Mengutip situs Atmajaya.ac.id, Desy membuat disertasi dengan mengangkat isu faktor-faktor sosial eksternal berperan dalam mempengaruhi motivasi politik dan kesetaraan gender bagi perempuan politisi di Indonesia.
Penelitiannya berfokus pada peran kebijakan pro-perempuan, seperti Affirmative Action 30 persen kuota perempuan, serta bagaimana konstruksi sosial dan budaya memengaruhi posisi perempuan dalam politik.
Baca juga: Banyak Menteri dan Direksi BUMN Lulusan ITB, Prabowo: Yang Nyusun Kabinet Siapa Ini?
"Perempuan di politik menghadapi tantangan yang signifikan dari konteks sosial eksternal," ungkap Desy, dikutip dari situs resmi.
Hasil penelitian Desy menunjukkan bahwa belum tercapainya kuota 30 persen partisipasi perempuan di politik tidak terkait dengan self-efficacy atau intensi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini