NAIROBI, KOMPAS.com - Aksi demontrasi yang berujung kericuhan pecah di berbagai wilayah Kenya. Situasi semakin mencekam saat Presiden Kenya William Ruto memerintahkan polisi menembak kaki demonstran.
Demonstrasi di Kenya pecah sejak Senin (7/7/2025). Sedikitnya 31 orang tewas akibat kerusuhan dan kericuhan yang pecah di sana.
Akan tetapi, aksi demonstrasi tak kunjung surut dan justru semakin intensif, sebagaimana dilansir BBC, Kamis (10/7/2025).
Baca juga: Selundupkan Ribuan Semut, 3 Turis Asing di Kenya Dihukum Penjara 1 Tahun
PBB dan beberapa kelompok hak asasi manusia (HAM) menuduh polisi menggunakan kekerasan berlebihan dalam gelombang protes anti-pemerintah.
Ruto mengatakan, polisi diperbolehkan untuk menembak kaki demonstran, memastikan lumpuh tapi tidak terbunuh.
"Siapa pun yang tertangkap membakar bisnis atau properti orang lain harus ditembak kaki, dirawat di rumah sakit, dan kemudian dibawa ke pengadilan. Jangan bunuh mereka, tetapi pastikan kaki mereka dipatahkan," kata Ruto.
Ia juga memperingatkan para pesaing politiknya agar tidak mensponsori dan memanfaatkan protes serta cara-cara melanggar hukum untuk menggulingkannya secara paksa dari kekuasaan.
Selain 31 korban tewas, lebih dari 100 orang terluka dan sekitar 532 orang ditangkap dalam aksi protes yang melanda ibu kota Nairobi dan kota-kota besar lainnya, lapor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kenya (KNCHR).
Baca juga: Cincin Logam Raksasa Misterius Seberat 500 Kg Jatuh di Kenya
PBB menyatakan sangat prihatin dengan banyaknya jumlah korban tewas dan mengkritik polisi Kenya karena menggunakan amunisi mematikan terhadap para pengunjuk rasa.
Dalam pidatonya pada Rabu (9/7/2025), Ruto membela tindakan polisi. Dia menuturkan, setiap serangan terhadap pasukan keamanan, itu berarti perang terhadap negara.
"Kenya tidak dapat dan tidak akan diperintah melalui ancaman, teror, atau kekacauan. Tidak di bawah pengawasan saya," kata Ruto.
Dia juga berjanji untuk tegas menindak mereka yang berada di balik protes tersebut secara tegas.
Ruto juga menegaskan, setiap pergantian pemerintahan hanya mungkin terjadi melalui pemilihan umum, bukan melalui protes.
Baca juga: Asrama Sekolah di Kenya Kebakaran, 17 Anak Tewas, Laporan Awal Gedung Terlalu Penuh
Dia juga mendesak para penentangnya untuk menunggu pemilihan umum (pemilu) 2027.
"Negara ini tidak akan dihancurkan oleh segelintir orang yang tidak sabar dan menginginkan pergantian pemerintahan dengan cara-cara yang inkonstitusional. Hal itu tidak akan terjadi," tambah Ruto.