JAKARTA, KOMPAS.com - Animator asal Pakistan, Junaid Miran, berniat untuk menggugat kreator di balik film animasi Merah Putih: One For All.
Adapun alasannya adalah karena Merah Putih: One For All dituding telah menggunakan enam karakter Junaid tanpa izin.
Junaid akan menempuh jalur hukum untuk meminta pertanggungjawaban atas ketidakadilan yang dialaminya.
Baca juga: Film Merah Putih: One For All Hanya Dapat Rating 1 Bintang di IMDb
Sebelum resmi dirilis di bioskop, film Merah Putih: One For All memiliki banyak kontroversi yang menyertai.
Berikut deretan kontroversi dari film karya Perfiki Kreasindo tersebut.
Sejak merilis trailer, Merah Putih: One For All langsung dihujani kritik karena kualitas animasinya yang dinilai kaku, seadanya, dan tertinggal dari standar film animasi Indonesia saat ini.
Baca juga: Alasan Hanung Bramantyo Tonton Langsung Film Merah Putih: One for All di Hari Pertama Tayang
Banyak warganet yang membandingkannya dengan film animasi Indonesia lainnya seperti "Jumbo", yang dianggap memiliki kualitas jauh lebih unggul.
Kualitas visual dan naratif yang ditampilkan dalam trailer dianggap jauh dari ekspektasi, terutama untuk sebuah film yang akan tayang di bioskop.
Kontroversi lain yang menyertai film ini adalah biaya produksi yang disebut mencapai Rp 6,7 miliar.
Baca juga: Film Merah Putih: One For All Hanya Dapat Jatah 16 Layar di Bioskop
Angka tersebut sebenarnya tergolong kecil untuk produksi sebuah film animasi.
Namun, khusus untuk Merah Putih: One For All, Rp 6,7 miliar adalah biaya yang sangat fantastis karena hasil yang ditunjukkan kurang maksimal.
Kendati demikian, sutradara sekaligus produser Endiarto membantah soal anggaran fantastisfilmBaca juga: Kemenekraf Akui Pernah Audiensi dengan Pembuat Film Merah Putih: One For All Merah Putih: One For All.
Endiarto mengatakan film tersebut justru dibuat dengan gotong royong tanpa perhitungan angka.
Baca juga: Karakter di Film Animasi Merah Putih: One For All Mirip Aset di Marketplace, Produser: Itu Hal Biasa
Kontroversi lainnya adalah waktu pengerjaan film yang dikabarkan hanya memakan waktu sekitar dua bulan, bahkan ada yang menyebut kurang dari satu bulan.
Waktu produksi yang sangat singkat ini dianggap tidak masuk akal untuk menghasilkan film animasi berkualitas.
Sutradara Hanung Bramantyo turut memberikan kritik pedas dengan menyatakan bahwa dengan anggaran di bawah Rp 7 miliar, sangat sulit menghasilkan animasi berkualitas, apalagi dalam waktu singkat.