KOMPAS.com - Sebanyak 7,3 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinonaktifkan setelah adanya peralihan sistem ke Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Langkah ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 dan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menjelaskan bahwa mulai Mei 2025, penetapan peserta PBI JKN mengacu pada basis data DTSEN.
“Namun, mereka yang dinonaktifkan itu bisa kembali aktif jika menghubungi atau lapor ke dinas sosial setempat,” ujarnya di Jakarta, Selasa (24/6/2025) dikutip dari Antara.
Baca juga: 7,3 Juta Peserta BPJS Kesehatan PBI Mendadak Nonaktif, Apa yang Terjadi?
Ghufron menjelaskan bahwa terdapat tiga syarat agar peserta PBI bisa aktif kembali:
Jika tidak memenuhi tiga syarat tersebut, peserta tidak lagi termasuk PBI JKN. Namun, mereka masih bisa dibiayai melalui skema iuran yang ditanggung pemerintah daerah atau membayar mandiri.
“Bukan berarti tidak bisa akses rumah sakit. Peserta bisa ke pemda, lalu langsung diaktifkan kembali. Banyak yang salah paham soal nonaktif, dikira tidak bisa akses layanan,” tegas Ghufron.
Baca juga: Hampir 1 Juta Warga Jatim Dicoret dari BPJS PBI JK, Ini Tanggapan Emil Dardak
Ghufron memastikan bahwa jumlah peserta PBI JKN secara nasional tidak berkurang. Alokasi senilai Rp96,8 juta tetap tersedia dan peserta yang dinonaktifkan akan digantikan oleh yang baru.
“Orangnya bisa ganti, tetapi jumlahnya masih tetap,” katanya.
Ia juga mengimbau peserta untuk rutin mengecek status kepesertaan melalui aplikasi BPJS Kesehatan agar tidak terkejut jika dinonaktifkan.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyatakan bahwa penonaktifan 7,39 juta peserta dilakukan karena mereka tidak tercatat dalam DTSEN dan dinilai telah sejahtera.
“Penerima PBI JKN berasal dari usulan bupati dan wali kota. Setelah pemadanan data, sebanyak 7,3 juta peserta dinonaktifkan,” ujarnya.
Baca juga: Penyebab 57 Ribu Warga DIY Dikeluarkan dari PBI JKN, Dinsos Sampai Keheranan
Gus Ipul menegaskan bahwa masyarakat yang merasa masih layak bisa mengajukan koreksi melalui pemerintah daerah.
“Silakan ikut mengoreksi, memberikan usulan baru. Jadi bisa dihidupkan lagi, bisa,” kata dia.
Masyarakat yang dinonaktifkan namun merasa masih berhak menerima bantuan bisa mengajukan keberatan melalui jalur yang tersedia.