KOMPAS.com – DPR RI akhirnya merespons gelombang kritik publik yang dituangkan dalam 17+8 Tuntutan Rakyat.
Salah satunya menghapus fasilitas paling kontroversial: tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan bagi anggota dewan.
Keputusan itu disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (5/9/2025).
“DPR RI menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan untuk anggota DPR terhitung sejak 31 Agustus 2025,” ujar Dasco.
Selain itu, DPR juga memberlakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri mulai 1 September 2025, kecuali untuk undangan resmi kenegaraan, serta memangkas berbagai fasilitas anggota DPR.
Keputusan ini merupakan bagian dari 6 poin jawaban DPR terhadap desakan publik yang menuntut transparansi dan reformasi kelembagaan.
Baca juga: DPR Jawab 17+8: Anggota Nonaktif Tak Lagi Dapat Gaji dan Tunjangan
Dalam rapat konsultasi pimpinan DPR dengan fraksi-fraksi, yang dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani, disepakati enam langkah konkret:
Puan menegaskan, reformasi DPR akan dipimpin langsung olehnya.
“Saya sendiri yang akan memimpin reformasi DPR. Prinsipnya, kami DPR akan terus berbenah dan memperbaiki diri. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat pasti akan kami jadikan masukan yang membangun,” ujar Puan.
Dasco juga merinci gaji dan tunjangan resmi anggota DPR setelah pemangkasan. Berikut rinciannya:
Total gaji dan tunjangan jabatan: Rp 16.777.680
Baca juga: Ratusan Pensiunan Korban Penipuan Proyek Fiktif Istri TNI Ajukan Pemblokiran Gaji
Total tunjangan konstitusional: Rp 57.433.000
Sehingga total bruto anggota DPR mencapai Rp 74.210.680, dengan potongan pajak PPh 15% Rp 8.614.950. Take home pay akhir: Rp 65.595.730 per bulan.
Sebelum adanya aksi demo dan 17+8 Tuntutan Rakyat, struktur gaji DPR jauh lebih besar karena ditambah sederet tunjangan dan fasilitas.
Rincian Gaji dan Tunjangan DPR Sebelum Demo
Baca juga: Di Solo, Anggota DPR Ungkap Seluruh Fraksi Sepakati 17+8 Tuntutan Rakyat