KOMPAS.com - Warung bakso di Padukuhan Dukuh IV Cungkuk, Kalurahan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, mendadak jadi sorotan publik.
Bukan karena rasa baksonya, melainkan karena spanduk bertuliskan “Bakso Babi” yang terpasang di depan warung.
Tulisan itu baru muncul setelah puluhan tahun warung tersebut beroperasi tanpa keterangan nonhalal, padahal penjualnya disebut sudah berjualan sejak era 1990-an.
Sudah Lama Berjualan, Tak Ada Penanda Nonhalal
Sekretaris DMI Ngestiharjo, Ahmad Bukhori, mengungkapkan penjual bakso tersebut sudah lama dikenal warga sekitar.
“Penjual bakso tersebut berawal dari jualan keliling kampung pada tahun 1990-an. Kemudian baru memiliki lapak di Ngestiharjo sekitar tahun 2016,” ujarnya kepada Tribun Jogja, Senin (27/10/2025).
Menurut Bukhori, selama bertahun-tahun penjual itu tidak memberikan informasi bahwa produknya mengandung babi.
Akibatnya, banyak pembeli dari kalangan muslim yang tidak tahu bahwa makanan tersebut nonhalal.
“Beberapa orang yang tinggal di daerah sana ada yang tahu kalau itu bakso memiliki kandungan nonhalal. Tapi, kadang orang di sana bisa memberitahu dan kadang tidak bisa memberitahu ke pelanggan,” jelasnya.
Bahkan, kata Bukhori, pelanggannya banyak yang berhijab, tanpa menyadari bahwa bakso yang mereka beli berbahan dasar babi.
Ditegur Berulang Kali, tapi Hanya Pasang Tulisan “B2”
Seiring meningkatnya keresahan warga, DMI Ngestiharjo bersama perangkat RT dan dukuh setempat sempat melakukan pendekatan kepada pemilik warung. Mereka meminta agar penjual memberi keterangan jelas soal bahan makanan.
Namun, permintaan itu tidak langsung ditindaklanjuti.
“Setelah beberapa kali teguran, penjual hanya memasang tulisan B2 di kertas HVS. Tulisan itu pun kadang dipasang, kadang enggak,” kata Bukhori.
Menurutnya, pemilik warung merasa keberatan karena takut kehilangan pelanggan.
“Kalau ditulis bakso babi kan pembelinya otomatis berkurang. Jadi, penjual hanya bilang iya-iya saja,” tambahnya.
DMI Turun Tangan Pasang Spanduk Nonhalal
Melihat situasi yang berlarut, Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ngestiharjo akhirnya mengambil langkah tegas dengan memasang spanduk besar bertuliskan “Bakso Babi” di depan warung tersebut.
Bukhori menegaskan bahwa pemasangan dilakukan dengan izin pemilik usaha.
“Proses pemasangan dilakukan atas seizin pemilik usaha bakso babi. Bahkan, pihak pemilik usaha kooperatif untuk dipasang spanduk tersebut,” ujarnya.
Namun, spanduk yang terpasang dengan logo DMI justru menimbulkan salah paham. Publik sempat mengira DMI mendukung penjualan makanan nonhalal.
“Begitu dipasang, akhir-akhir Oktober ini ada seorang yang membuat video dan viral karena ada logo DMI. (Ada yang berpendapat) itu bakso babi kok ada logo DMI, apakah DMI support atau malah jualan babi? Ternyata ada miss persepsi, jadi viral dan sebagainya,” ujar Bukhori.
Untuk meredam polemik, DMI kemudian mengganti spanduk tersebut dengan versi baru yang menampilkan logo Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama logo DMI pada Jumat (24/10/2025).
Ketua RT: Sudah Pernah Ditegur, tapi Tak Konsisten
Ketua RT 4 Dukuh IV Cungkuk, Bambang Handoko, mengatakan bahwa pihaknya sudah berulang kali menegur pemilik warung bakso babi berinisial S agar mencantumkan tulisan nonhalal.
“Pernah tulisan nonhalal itu dipasang, tapi dengan tulisan kecil. Terus saya tegur, tulisannya dipasang agak besar. Tulisannya pakai karton gitu. Kemudian, yang terakhir ini pemasangan spanduk dari pemuda muslim setempat dan kemarin diganti dari MUI,” ujarnya.
Bambang juga menyebut, penjual bakso babi itu menyewa tempat usaha dan diketahui beragama Islam berdasarkan data KTP.
Warungnya buka setiap pukul 14.00 hingga selepas Magrib, dan ramai pembeli, termasuk dari luar kota.
“Setelah dipasang tulisan bakso babi, beberapa hari ini sudah tidak ada konsumen yang menggunakan jilbab beli di sana. Tapi sebelum itu, ya kadang-kadang saya juga melihat dan mendatangi pembeli berjilbab itu untuk menjelaskan bahwa bakso itu ada kandungan babi atau nonhalal,” katanya.
Penjual Bungkam Saat Dikonfirmasi
Ketika dikonfirmasi, penjual bakso babi berinisial S enggan memberikan komentar.
“Enggak mau (beri tanggapan). Enggak. Takut salah,” kata saudara iparnya singkat, yang turut membantu berjualan di warung tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, setiap produk yang mengandung bahan haram wajib mencantumkan label tidak halal secara jelas.
Langkah DMI dan MUI Ngestiharjo memasang spanduk nonhalal menjadi bentuk edukasi publik, agar tidak ada lagi konsumen yang salah membeli makanan karena ketidaktahuan.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul "Viral Warung Bakso Babi di Bantul, Ternyata Sudah Puluhan Tahun Tidak Dipasang Informasi NonHalal".
https://www.kompas.com/jawa-tengah/read/2025/10/28/201252588/sudah-jualan-sejak-1990-an-mengapa-warung-bakso-babi-di-bantul-baru