KOMPAS.com — Terdakwa Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, tak kuasa menahan tangis saat menjalani sidang perkara dugaan suap vonis lepas korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang melibatkan tiga perusahaan besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Tangis Wahyu pecah ketika ia menceritakan tentang anak pertamanya yang enggan menemuinya sejak ia ditahan dalam kasus tersebut.
“Saya sudah menikah, memiliki istri dan empat orang anak. Anak pertama saya berusia 12 tahun,” ujar Wahyu dengan suara bergetar saat memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).
Suasana ruang sidang mendadak hening ketika Wahyu berhenti berbicara karena tak mampu menahan isak tangisnya.
“Anak pertama saya kelas 2 SMP, sejak awal saya ditahan sampai sekarang tidak mau menemui saya,” lanjut Wahyu terisak.
Baca juga: Hakim Cecar Wahyu Gunawan Dekati Hakim Djuyamto dan Arif Nuryanta untuk Urus Perkara CPO
Wahyu kemudian menjelaskan bahwa anak keduanya yang berusia 7 tahun kini duduk di bangku kelas 1 SD, sementara anak ketiganya berusia 2 tahun dan anak keempatnya baru berumur 1 tahun.
Kasus ini bermula dari perkara korupsi izin ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang melibatkan tiga korporasi besar di industri sawit, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Ketiganya sebelumnya dituntut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membayar uang pengganti kerugian negara senilai total Rp 17,7 triliun.
Rinciannya sebagai berikut:
Namun, pada Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarif Baharudin justru memvonis ketiga korporasi tersebut lepas (ontslag), meski jaksa menilai negara telah merugi hingga Rp 17,7 triliun.
Tak terima dengan putusan tersebut, Kejagung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan suap vonis lepas.
Baca juga: Marcella Bantah Beri Tas dan Sepatu ke Istri Wahyu Gunawan Si Panitera
Hasil penyelidikan Kejagung menetapkan tiga hakim PN Jakarta Pusat sebagai tersangka dugaan suap vonis lepas kasus CPO. Selain itu, eks Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan juga ikut dijerat sebagai tersangka.
Langkah ini dilakukan setelah Kejagung menemukan indikasi kuat adanya praktik suap yang memengaruhi putusan vonis lepas terhadap ketiga korporasi besar tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, memastikan pihaknya masih menagih sisa uang pengganti sebesar Rp 4,4 triliun dari dua korporasi, yakni Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.
“Memang ada sisa yang belum kita dapatkan untuk dua grup perusahaan. Kalau satu grup, yaitu Wilmar, sudah melunasi. Sedangkan Musimas Group dan Permata Hijau Group masih ada kekurangan,” kata Anang, Rabu (22/10/2025).
Baca juga: Pengacara Korporasi Ekspor CPO Sebut Panitera Wahyu Gunawan sebagai Bocil