Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirut BPJS: 7,3 Juta PBI Dinonaktifkan, Bisa Aktif Lagi

Kompas.com - 24/06/2025, 16:30 WIB
Khairina

Editor

KOMPAS.com – Sebanyak 7,3 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dinonaktifkan mulai Mei 2025.

Perubahan ini terjadi seiring penerapan sistem baru berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikelola pemerintah.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan, penonaktifan dilakukan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 80 Tahun 2025 dan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang DTSEN.

"Mulai bulan Mei 2025, penetapan peserta PBI akan menggunakan basis data DTSEN. Tapi masyarakat tidak perlu khawatir. Mereka yang dinonaktifkan tetap bisa aktif kembali jika melapor ke dinas sosial," ujarnya di Jakarta, Selasa (24/6/2025), seperti ditulis Antara.

Baca juga: 7,3 Juta Peserta BPJS Kesehatan PBI Mendadak Nonaktif, Apa yang Terjadi?

Syarat agar bisa aktif kembali

Ghufron menjelaskan, ada tiga kriteria yang memungkinkan peserta PBI JKN yang telah dinonaktifkan untuk kembali aktif, yaitu:

-Kepesertaan dinonaktifkan sejak Mei 2025

-Sudah diverifikasi oleh pemerintah daerah atau Kementerian Sosial sebagai warga miskin atau hampir miskin

-Sedang mengalami kondisi darurat medis atau mengidap penyakit kronis yang membutuhkan penanganan segera

Jika tidak memenuhi ketiga syarat tersebut, maka peserta tidak lagi masuk dalam skema PBI yang ditanggung negara.

Namun, mereka tetap bisa melanjutkan kepesertaan melalui dua opsi: dibiayai oleh pemerintah daerah melalui skema Universal Health Coverage (UHC) atau membayar iuran secara mandiri.

Baca juga: Mensos: Peserta PBI JKN yang Dinonaktifkan Bisa Diaktifkan Kembali

“Nonaktif” bukan berarti tak bisa berobat

Ghufron menegaskan bahwa istilah “nonaktif” sering disalahartikan oleh masyarakat. Banyak yang mengira status tersebut membuat peserta tidak bisa mengakses layanan kesehatan sama sekali.

"Padahal bukan begitu. Nonaktif bisa berarti sedang menunggak atau tidak ada pihak yang membayari. Tapi pemda punya skema UHC. Jadi kalau betul-betul butuh, peserta bisa datang ke dinas sosial atau rumah sakit dan bisa langsung diaktifkan kembali," jelasnya.

Peserta diganti, bukan kuota yang dikurangi

Penonaktifan 7,3 juta peserta PBI JKN tidak mengurangi kuota nasional yang sudah ditetapkan. Pemerintah tetap mengalokasikan anggaran sekitar Rp 96,8 juta untuk program ini.

Hanya saja, peserta yang tidak lagi memenuhi syarat akan digantikan oleh warga tidak mampu lain yang terdaftar dalam DTSEN.

Hal ini ditegaskan Menteri Sosial Saifullah Yusuf. Menurutnya, penonaktifan dilakukan berdasarkan hasil padanan data, dan peserta yang dianggap sudah sejahtera tidak lagi masuk dalam daftar PBI.

“Pengganti peserta bisa berasal dari Desil 1 sampai Desil 5. Kami juga tetap prioritaskan keluarga rentan yang benar-benar membutuhkan,” ujar Saifullah.

Rajin cek status di aplikasi BPJS Kesehatan

Untuk menghindari keterlambatan layanan kesehatan, masyarakat diimbau untuk rutin mengecek status kepesertaan BPJS Kesehatan melalui aplikasi resmi. Dengan begitu, peserta bisa segera mengetahui jika terjadi perubahan status dan langsung mengambil langkah yang diperlukan.

"Kadang peserta tidak tahu bahwa statusnya sudah berubah. Ini bisa jadi risiko saat berobat. Makanya kami sarankan cek rutin lewat aplikasi," ujar Ghufron.

 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Polisi: Status Onad Masih Korban Penyalahgunaan Narkoba
Polisi: Status Onad Masih Korban Penyalahgunaan Narkoba
Banten
Menkeu Purbaya Ungkap Rencana Diskon Tarif Tol untuk Nataru 2025
Menkeu Purbaya Ungkap Rencana Diskon Tarif Tol untuk Nataru 2025
Jawa Timur
Tradisi dan Mitos Selasa Kliwon, Salah Satu Hari Sakral dalam Kalender Jawa
Tradisi dan Mitos Selasa Kliwon, Salah Satu Hari Sakral dalam Kalender Jawa
Jawa Tengah
Bagaimana Cara Mengetahui NIK KTP Bocor dan Dipakai untuk Pinjol atau Judol?
Bagaimana Cara Mengetahui NIK KTP Bocor dan Dipakai untuk Pinjol atau Judol?
Sulawesi Selatan
Masalah Pribadi Disebut Jadi Pemicu Onad Terjerat Kasus Narkoba
Masalah Pribadi Disebut Jadi Pemicu Onad Terjerat Kasus Narkoba
Jawa Tengah
Apa Alasan Prabowo Tambah Armada Pesawat Airbus A400M untuk TNI AU?
Apa Alasan Prabowo Tambah Armada Pesawat Airbus A400M untuk TNI AU?
Sulawesi Selatan
AHY Temui Prabowo di Istana, Bahas Solusi Utang Kereta Cepat Whoosh
AHY Temui Prabowo di Istana, Bahas Solusi Utang Kereta Cepat Whoosh
Jawa Barat
 Mata Murid SD di Palembang Lebam, Orangtua Curiga Dipukul Guru Pakai Cincin
Mata Murid SD di Palembang Lebam, Orangtua Curiga Dipukul Guru Pakai Cincin
Sumatera Selatan
10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Ini Daftar Lengkapnya
10 Negara Paling Tidak Aman di Dunia, Ini Daftar Lengkapnya
Jawa Barat
Menkeu Purbaya Sebut Pinjaman Pemerintah Pusat untuk Daerah Diberikan dengan Bunga 0,5 Persen
Menkeu Purbaya Sebut Pinjaman Pemerintah Pusat untuk Daerah Diberikan dengan Bunga 0,5 Persen
Sulawesi Selatan
Pemakaman Pakubuwono XIII Tidak Dilakukan pada Selasa Kliwon, Pegiat Budaya Ungkap Alasannya
Pemakaman Pakubuwono XIII Tidak Dilakukan pada Selasa Kliwon, Pegiat Budaya Ungkap Alasannya
Jawa Tengah
Apakah NIK KTP Anda Dipakai untuk Pinjol Ilegal? Begini Cara Mengeceknya!
Apakah NIK KTP Anda Dipakai untuk Pinjol Ilegal? Begini Cara Mengeceknya!
Jawa Timur
ASN Bolos Kerja Bisa Dipecat, Hak Tunjangan dan Pensiun Dicabut
ASN Bolos Kerja Bisa Dipecat, Hak Tunjangan dan Pensiun Dicabut
Lampung
AHY Menunggu Arahan Presiden untuk Penyelesaian Utang Kereta Cepat Whoosh
AHY Menunggu Arahan Presiden untuk Penyelesaian Utang Kereta Cepat Whoosh
Jawa Timur
Pemutihan Iuran BPJS Kesehatan 2025: Syarat Peserta dan Cara Cek Tunggakan
Pemutihan Iuran BPJS Kesehatan 2025: Syarat Peserta dan Cara Cek Tunggakan
Kalimantan Barat
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau