Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KUR Perumahan Dituding Salah Sasaran: Pemerintah Vs Pengamat, Siapa Bela Rakyat?

Kompas.com - 20/07/2025, 22:44 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

KOMPAS.com – Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Perumahan yang digagas Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) tengah mendapat sorotan tajam.

Meski dimaksudkan untuk menggairahkan ekosistem perumahan dan mendukung pertumbuhan ekonomi, program ini menuai kritik keras karena dianggap "salah sasaran" dan "salah konsep."

Namun demikian, baik Dirjen Perumahan Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati, maupun Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho membantah dengan tegas kritik tersebut.

Menurut keduanya, KUR Perumahan adalah inisiatif yang telah lama dinantikan oleh para pelaku industri properti.

Baca juga: Pemerintah Bantah KUR Perumahan Salah Konsep dan Sasaran

Skema pembiayaan ini dirancang sebagai program sisi suplai, yang berarti bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi pengembang.

"Program tersebut dalam rangka untuk mendukung agar ekosistem perumahan bisa lebih bergairah dan berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi," jelas Sri dan Heru menjawab Kompas.com.

Keduanya memandang KUR Perumahan sebagai cara untuk menciptakan stimulus agar sektor perumahan lebih aktif.

Hak Asasi atau Bisnis Semata

Namun, pandangan ini ditentang keras Lektor sekaligus Anggota Kelompok Kahlian Perumahan dan Pemukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) Mohammad Jehansyah Siregar.

Jehansyah mengatakan, keduanya menunjukkan pandangan yang mereduksi masalah perumahan rakyat hanya sebagai persoalan bisnis properti dan stimulus industri konstruksi.

Jehansyah juga menilai bahwa akibat pandangan ini, selalu terjadi bias pasar dalam formulasi kebijakan perumahan rakyat.

"Ironisnya, pada saat yang sama pemerintah tetap bermimpi menyediakan rumah terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)," ujar Jehansyah kepada Kompas.com, Minggu (20/7/2025).

Baca juga: Pengentasan Backlog Perumahan Indonesia Dinilai Salah Konsep

Ia menuding Kementerian PKP dan BP Tapera didominasi oleh ekonom neoliberal yang cenderung menepikan warga miskin perkotaan.

"KPR dan KUR dianggap solusi ajaib, padahal tidak relevan bagi warga permukiman kumuh dan sangat tergantung pada subsidi yang membebani APBN," tegasnya.

Menurutnya, Kementerian PKP dan BP Tapera tidak memahami tantangan urbanisasi yang seharusnya bertumpu pada pelayanan publik terbaik, bukan asumsi sesat bahwa pasar akan menyerap permukiman kumuh secara otomatis.

"Padahal yang dihasilkan hanyalah segregasi spasial dan sosial," tambahnya, merujuk pada ketimpangan yang semakin lebar.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau