KOMPAS.com - Burung sering terdengar berkicau dengan nada yang tampak acak. Namun, penelitian terbaru mengungkap sesuatu yang mengejutkan: kicauan burung mungkin mengikuti pola tersembunyi yang mirip dengan aturan dalam bahasa manusia.
Selama tiga dekade terakhir, ilmuwan menggunakan kicauan burung sebagai model untuk memahami bagaimana manusia mempelajari dan menyebarkan bahasa. Menariknya, burung juga menjadi alat untuk meneliti gangguan bicara pada manusia, karena memiliki kesamaan biologis dengan mekanisme suara manusia. Bedanya, burung bisa diteliti di alam liar tanpa kendala etika yang rumit.
Sebelum membandingkan dengan bahasa manusia, kita perlu memahami struktur kicauan burung.
Pertanyaannya, apakah pola ini mencerminkan aturan linguistik seperti bahasa manusia? Salah satu kandidat terbaik adalah Zipf’s Law of Abbreviation (ZLA).
Baca juga: Studi: Dengarkan Kicau Burung Terbukti Bikin Bahagia dan Sehat
ZLA adalah prinsip linguistik yang menyatakan bahwa kata atau bunyi yang sering digunakan cenderung lebih pendek, sedangkan yang jarang digunakan lebih panjang. Pola ini hampir selalu muncul dalam bahasa manusia. Tim peneliti yang dipimpin Rebecca Lewis dari University of Manchester mencoba menguji apakah ZLA juga berlaku pada burung.
Mereka mengembangkan metode baru dengan memperkenalkan paket R bernama ZLAvian, lalu menganalisis kicau burung dari 11 populasi di 7 spesies yang diarsipkan dalam database Bird-DB.
Hasilnya?
Secara umum, ada kecenderungan burung menggunakan suara pendek lebih sering. Namun, hanya satu dari sebelas populasi yang menunjukkan bukti kuat mengikuti pola ZLA.
Mengapa sulit menemukan bukti jelas? Berbeda dengan manusia yang punya ribuan kata, kebanyakan burung hanya punya sedikit jenis nada. Selain itu, burung cenderung menyalin lagu dari burung lain ketimbang menciptakan pola baru, sehingga variasi mungkin lebih terkait proses belajar bersama daripada inovasi independen.
Baca juga: Mengapa Burung Berkicau dengan Lagu yang Sama Berulang Kali?
Fenomena ini bukan hal baru. Lebih dari 30 tahun lalu, Jack P. Hailman menemukan bahwa burung black-capped chickadee sering mengeluarkan rangkaian panggilan pendek lebih sering dibandingkan yang panjang, meski tidak sesuai sepenuhnya dengan ZLA.
Studi lain pun memberikan hasil beragam:
Baca juga: Mengapa Burung Berkicau Lebih Nyaring di Pagi Hari?
Pada manusia, kita bisa mempersingkat kata tanpa mengubah maknanya—contohnya “televisi” menjadi “TV”. Namun, pada burung, sedikit perubahan suara bisa mengubah makna penting. Dalam beberapa spesies, betina menilai kualitas jantan dari nada tertentu. Nada sulit diproduksi biasanya menunjukkan kualitas fisik. Jika nada ini diubah, sinyal bisa salah terbaca dan memengaruhi proses pemilihan pasangan.
Faktor inilah yang mungkin membuat prinsip ZLA tidak konsisten dalam kicauan burung.
Hukum Zipf berasal dari prinsip Law of Least Effort, yaitu kecenderungan makhluk hidup memilih cara paling efisien. Pada manusia, ZLA berlaku bukan hanya pada kata lisan, tetapi juga tulisan. Namun, bukti di dunia hewan, termasuk primata, lumba-lumba, kelelawar, dan hyrax, masih lemah.
Apakah burung benar-benar mengikuti ZLA? Atau kita seharusnya tidak berharap demikian? Jawabannya belum jelas. Studi ini menemukan pola samar di beberapa populasi, tetapi tidak konsisten seperti pada manusia.
Penelitian mendatang dengan dataset lebih besar dan sampel lebih luas sangat dibutuhkan untuk mengetahui apakah hukum linguistik ini benar-benar berlaku dalam komunikasi burung.
“Jika ZLA memang ada pada burung, polanya jauh lebih lemah dan tidak stabil dibandingkan bahasa manusia,” simpul para peneliti.
Hasil lengkap penelitian ini dipublikasikan di PLOS Computational Biology.
Baca juga: Mengapa Burung Mengeluarkan Beragam Suara Saat Berkicau?
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini