Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemarau Basah 2025 sampai Kapan? Ini Penyebab Hujan di Musim Kemarau

Kompas.com - 27/05/2025, 07:00 WIB
Mufit Apriliani

Penulis

Sumber BMKG

Kompas.com - Indonesia memasuki musim kemarau di tahun 2025 dengan kondisi yang berbeda dari biasanya, yaitu turunnya hujan di musim kemarau.

Bahkan sejumlah wilayah mengalami hujan dengan intensitas tinggi. Kondisi hujan di musim kemarau inilah yang disebut dengan kemarau basah.

Lalu, sampai kapan kemarau basah di tahun 2025 akan berlangsung dan apa penyebabnya? Selengkapnya, mari kita pahami penjelasan di bawah ini!

Baca juga: Kemarau Basah: Hujan di Musim Kemarau, Apa Sebabnya?

Sampai kapan kemarau basah 2025?

Kemarau basah atau yang disebut juga dengan musim kemarau yang bersifat atas normal diprediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akan berlangsung hingga akhir musim kemarau atau Agustus 2025.

Seperti dilansir Buku Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia dari BMKG, musim kemarau memang diprediksi berlangsung secara bertahap tahun ini.

Awal musim kemarau dimulai dari bagian tenggara, meluas ke barat, utara, dan berakhir ke timur pada bulan Maret hingga Agustus 2025.

Namun mengutip laman resmi BMKG, saat ini terjadi pola peralihan dari musim hujan ke musim kemarau atau dikenal dengan pancaroba.

Saat periode tersebut, pola cuaca yang terjadi pada pagi hingga siang hari akan cenderung cerah berawan, namun saat sore hingga malam berubah menjadi hujan disertai petir.

Bahkan pada 27 Mei-2 Juni 2025 mendatang sejumlah wilayah di Indonesia diprediksi mengalami hujan lebat dengan intensitas 100-150 mm per hari hingga hujan ekstrem di atas 150 mm per hari, terutama di wilayah bagian barat Indonesia.

Baca juga: Mengapa Saat Musim Kemarau Udara Malam Lebih Dingin? Ini Penjelasan Fenomena Bediding

Penyebab kemarau basah

Kemarau basah adalah tingginya curah hujan di musim kemarau yang disebabkan beberapa faktor utama, seperti:

  • Anomali iklim global

Suhu dingin di Samudra Hindia bertemu dengan suhu pabas di perairan Indonesia yang mengakibatkan suhu perairan di Indonesia menghangat.

Suhu yang mengangat inilah yang menghasilkan uap air lebih besar lalu membebntuk awan comulus congestus yang berkembang menjadi awan konvektif hujan disertai petir hingga angin kencang.

  • Gelombang atmosfer

Adanya gelombang atmosfer Rossby Ekuatorial, Law Frequency, dan Kelvin diperkirakan terus aktif hingga awal Juni 2025 mendatang.

  • Sirkulasi siklonik

Keberadaan sirkulasi siklonik dan labilitas atmosfer yang tinggi juga memberikan peluang untuk meningkatkan pertumbuhan awan hujan yang dapat bertahan dalam waktu yang lama.

  • Labilitas atmosfer

Labilitas atmosfer skala lokal di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan juga dapat meningkatkan mekanisme konvektif yang mampu membentuk awan-awan hujan skala lokal.

Baca juga: 5 Daerah yang Masuk Musim Kemarau Mei 2025

Dampak kemarau basah

Kemarau basah membawa dampak yang signifikan di berbagai sektor kehidupan, mulai dari pertanian hingga lingkungan:

  • Lingkungan

Adanya curah hujan yang tidak menentu dapat memicu banjir lokal yang kemudian berpotensi menjadi sarang penyakit hingga mengganggu aktivitas masyarakat.

  • Aktivitas masyarakat

Risiko gangguan kesehatan seperti batuk, flu, demam, hingga gangguan pernapasan dapat meningkat karena hujan yang tidak menentu. Terlebih, masyarakat juga harus menyesuaikan jadwal bepergian demi kenyamanan aktivitas.

  • Pertanian

Kemarau basah berpotensi mengganggu jadwal tanam dan panen petani karena tidak terduganya hujan yang turun. Bahkan tanaman yang siap panen bisa mengalami kerusakan akibat kelembapan berlebih.

Baca juga: 4 Dampak Kemarau Panjang Bagi Rantai Makanan, Ancaman Nyata bagi Ekosistem

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau