Unggahan tersebut dimuat oleh akun Instagram @nalar******* pada Jumat (5/9/2025).
Dalam unggahan itu, disebutkan bahwa menggoda yang dimaksud seperti ucapan bernada seksual, siulan, tatapan melecehkan, atau komentar merendahkan martabat.
Berbagai perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual nonfisik yang ditujukan untuk merendahkan harkat dan martabat berdasarkan seksualitas atau kesusilaan.
“Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pelaku pelecehan seksual nonfisik dapat dipidana dengan penjara paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah),” tulis keterangan unggahan.
Sehingga, tindakan yang sering dianggap hanya bercanda atau godaan biasa, memiliki konsekuensi hukum serius.
Jika korban melaporkan perbuatan tersebut, pelaku bisa berhadapan langsung dengan aparat penegak hukum dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di pengadilan.
Lantas, benarkah demikian?
Penjelasan pakar hukum
Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Muchamad Iksan, membenarkan informasi tersebut.
“Benar, dalam Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2022 memang diatur tindak pidana pelecehan seksual nonfisik,” kata dia kepada Kompas.com, Jumat (6/9/2025).
Menurutnya, pelecehan seksual nonfisik tersebut bisa berupa pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut.
Berdasarkan UU tersebut, pelecehan seksual nonfisik ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi.
Perilaku tersebut dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya.
“Diancam pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 10 juta,” tutur Iksan.
Termasuk delik aduan
Berdasarkan Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2022, Iksan mengungkapkan bahwa pelecehan seksual nonfisik dan fisik merupakan delik aduan.
Artinya, harus ada pengaduan dari korban untuk dapat dilakukan penyidikan dan penuntutan dalam kasus tersebut.
“Atau orangtuanya atau walinya jika korban masih di bawah umur,” ujar Iksan.
Namun demikian, kasus tersebut menjadi delik biasa apabila korban merupakan penyandang disabilitas.
Maksud delik biasa itu adalah orang lain atau siapapun boleh melaporkan pelecehan seksual tersebut.
“Bahkan tanpa ada laporan pun, jika penyidik mengetahuinya, bisa dilakukan penyidikan dan selanjutnya dilakukan penuntutan,” ucap Iksan.
Di tingkat penyidikan, akan dilakukan pemeriksaan terhadap kasus tersebut, serta pembuktian di muka pengadilan.
Jika perlu, bisa menghadirkan ahli untuk menilai apakah betul sudah masuk kriteria kekerasan seksual nonfisik atau tidak.
https://www.kompas.com/tren/read/2025/09/07/083000365/menggoda-pacar-orang-disebut-bisa-dipenjara-9-bulan-dan-denda-rp-10-juta