KYIV, KOMPAS.com - Rusia melancarkan serangan udara terbesar sejak perang dimulai yang menghantam kompleks pemerintahan Ukraina, menewaskan empat orang dan membakar kantor-kantor di Kyiv, Minggu (7/9/2025).
Api terlihat membubung dari atap kompleks kabinet menteri di jantung ibu kota Ukraina, sebagaimana dilansir AFP.
Ini menjadi kali pertama gedung pemerintahan utama di Ukraina terkena serangan dalam perang yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun.
Baca juga: 805 Drone Rusia Serang Ukraina, Gedung Pemerintah Kyiv Rusak, 3 Tewas Termasuk Bayi
Serangan pesawat tak berawak juga merusak sejumlah gedung tinggi di Kyiv.
Layanan darurat melaporkan, lebih dari 24 orang terluka, termasuk seorang perempuan hamil berusia 24 tahun yang melahirkan bayi prematur setelah serangan.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berteriak atas serangan tersebut adan memperingatkan bahwa gempuran itu akan memperpanjang konflik.
"Penting adanya respons yang luas dari mitra-mitra terhadap serangan hari ini," kata Zelensky dalam pidato malamnya.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina: Zelensky Minta Putin Datang ke Kyiv, Bukan Moskwa
"Kami mengandalkan respons yang kuat dari Amerika. Itulah yang dibutuhkan," tambahnya.
Angkatan Udara Ukraina menyebut Rusia menembakkan sedikitnya 810 drone dan 13 rudal antara Sabtu (6/9/2025) malam hingga Minggu dini hari. Jumlah itu menjadi rekor baru sejak perang dimulai pada Februari 2022.
Perdana Menteri Ukraina Yulia Svyrydenko membagikan video yang memperlihatkan kerusakan di gedung pemerintahan.
"Kami akan memulihkan gedung-gedung itu. Tetapi kami tidak dapat menghidupkan kembali nyawa yang hilang. Musuh meneror dan membunuh rakyat kami setiap hari di seluruh negeri," ujarnya.
Kementerian Luar Negeri Ukraina menyatakan, dunia tidak bisa tinggal diam ketika Rusia terus menggempur negaranya.
Baca juga: Rusia Sebut Jaminan Keamanan Ukraina Adalah Garansi Bahaya bagi Eropa
Serangan terbaru dari Rusia itu terjadi bersamaan dengan deklarasi lebih dari 24 negara Eropa yang berjanji mengawasi setiap perjanjian perdamaian.
Beberapa negara bahkan menyatakan kesiapan untuk mengirim pasukan di lapangan.
Ukraina bersikeras mendapat jaminan keamanan dari Barat guna mencegah serangan di masa depan.
Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa pengerahan pasukan Barat di Ukraina akan menjadi target sah yang tidak dapat diterima.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump sejauh ini mencoba mencari jalan keluar diplomatik, tetapi upaya tersebut belum menghasilkan terobosan.
Kini Rusia menduduki sekitar 20 persen wilayah Ukraina, sementara perang telah menewaskan puluhan ribu orang dan memaksa jutaan lainnya mengungsi.
Baca juga: Tahun Ajaran Baru, Ribuan Anak Ukraina Belajar di Sekolah Bawah Tanah
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini