Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Darmawan
Dosen

Dosen tetap di Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED), Koordintor Pusat Riset Kebijakan Strategis Asia Tenggara, LPPM UNSOED

Indonesia Juara FIFAe World Cup 2024: "Soft Power" Baru di Era Digital

Kompas.com - 15/12/2024, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEMENANGAN Indonesia atas Brasil 2-0 di FIFAe World Cup 2024 bukan sekadar prestasi olahraga elektronik.

Lebih dari itu, peristiwa ini mencerminkan bagaimana esports dapat bertransformasi menjadi alat diplomasi publik dan budaya populer yang strategis dalam politik internasional.

Di tengah era globalisasi digital, di mana narasi budaya dan nilai nasional semakin terintegrasi dalam ruang virtual, esports menawarkan peluang untuk menegaskan pengaruh Indonesia di panggung global melalui daya tarik budaya populer.

Baca juga: Timnas Indonesia Juara Dunia FIFAe World Cup 2024

Esports dalam transformasi diplomasi publik

Diplomasi publik telah bergeser dari pendekatan tradisional berbasis negara ke format yang lebih partisipatif dan interaktif, melibatkan masyarakat sipil dan teknologi.

Dalam konteks ini, esports tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat komunikasi lintas budaya yang sangat efektif.

Turnamen internasional seperti Piala Dunia eFootball menciptakan ruang interaksi yang melibatkan jutaan penonton global.

Partisipasi dan kemenangan Indonesia dalam kompetisi ini memperkuat citra negara sebagai pemain aktif dalam budaya digital global, sekaligus memperluas jangkauan diplomasi publiknya.

Sebagai contoh, dengan mengalahkan Brasil—negara dengan reputasi kuat dalam olahraga tradisional seperti sepak bola—Indonesia menunjukkan kemampuannya untuk bersaing di ranah yang lebih modern dan berteknologi tinggi.

Hal ini memberikan pesan simbolis tentang dinamisme generasi muda Indonesia dan kesiapan negara ini untuk menjadi bagian dari narasi global yang didominasi inovasi teknologi dan kreativitas.

Soft power, yang didefinisikan oleh Joseph Nye sebagai kemampuan untuk membentuk preferensi pihak lain melalui daya tarik, menemukan relevansinya dalam esports sebagai bagian dari budaya populer global.

Esports memungkinkan negara untuk mempromosikan identitas dan nilai-nilai nasional melalui medium yang sangat menarik bagi generasi muda di seluruh dunia.

Dalam kasus Indonesia, kemenangan di Piala Dunia eFootball dapat dimanfaatkan untuk memperkenalkan budaya lokal secara lebih luas.

Misalnya, elemen-elemen tradisional seperti motif batik atau musik daerah dapat diintegrasikan ke dalam desain karakter atau soundtrack permainan.

Namun, diplomasi budaya melalui esports juga membutuhkan narasi yang lebih strategis. Narasi ini harus dirancang tidak hanya mempromosikan budaya, tetapi juga menciptakan ruang dialog tentang nilai-nilai seperti inklusivitas, kreativitas, dan kerja sama lintas budaya.

Dengan demikian, esports dapat menjadi lebih dari sekadar hiburan; ia menjadi medium untuk membangun hubungan antarbangsa yang berbasis pada saling pengertian dan penghargaan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau