KOMPAS.com - Muncul usulan agar diksi "perampasan aset" dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset diperhalus.
Usulan tersebut dilontarkan oleh analis hukum Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Afdal Yanuar dalam diskusi terbatas soal perkembangan RUU Perampasan Aset di Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Menurut Afdal, diksi perampasan aset perlu diperhalus karena mengandung konotasi negatif dan menimbulkan kesan yang mengerikan.
Ia juga menilai, diksi perampasan aset kerap menimbulkan resistensi publik maupun lembaga.
Baca juga: Warganet Soroti Nasib RUU Perampasan Aset Usai Demo Kawal Putusan MK
Sebagai gantinya, Afdal mengusulkan supaya istilah perampasan aset diganti dengan yang lebih netral dan tidak menakutkan, seperti asset recovery atau Proceeds of Crime Act yang merujuk pada pendekatan hukum di Australia.
“Mantan Kepala PPATK pertama, Pak Yunus Husein, itu berkali-kali memberikan masukan kepada kami, utamanya mungkin di tiga tahun terakhir ini. Dia menyatakan mungkin alangkah baiknya kita tidak menggunakan nomenklatur perampasan,” ujarnya dikutip dari Kompas.com, Jumat (23/5/2025).
“Dia mengusulkan agar kita menggunakan nomenklatur yang lebih soft dibandingkan perampasan. Karena penggunaan nomenklatur perampasan itu kayak dianggap mengerikan isinya, muatannya,” tambahnya.
Lantas, perlukah diksi perampasan aset diperhalus?
Baca juga: Didukung Prabowo, Kenapa DPR Baru Bahas RUU Perampasan Aset pada 2026?
Pakar bahasa sekaligus pendiri Narabahasa Ivan Lanin mengatakan, perampasan aset memang berkonotasi keras karena mengandung unsur pemaksaan.
Namun, justru karena itulah istilah ini tepat digunakan dalam konteks hukum untuk menunjukkan ketegasan negara terhadap korupsi.
Ivan menegaskan, hal yang perlu ditekankan adalah edukasi publik supaya memahami makna hukum di balik istilah tersebut, bukan mengganti katanya.
“Menurut saya, istilah itu tidak perlu diperhalus,” ujar Ivan kepada Kompas.com, Sabtu (24/5/2025).
Baca juga: Apa Itu RUU Perampasan Aset yang Dibahas Bambang Pacul dan Mahfud MD?
Terpisah, peneliti Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Beni Kurnia mengatakan, istilah perampasan aset sebenarnya tidak perlu diperdebatkan.
Menurutnya, hal yang terpenting saat ini adalah RUU Perampasan Aset dapat disahkan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
“Sebab, bermakna konotasi atau tidaknya sebuah norma tetap tergantung pada bagaimana proses penegakan hukum dan sanksi yang diberikan kepada pelaku,” ujar Beni kepada Kompas.com, Sabtu (24/5/2025).