Jika kedua belah pihak kurang komunikatif, maka kesalahpahaman semakin rawan terjadi.
Kemudian jika salah paham dibiarkan dan hanya diolah pemikiran sendiri, keadaan pun semakin parah.
"Kurangnya komunikasi yang efektif antara mertua dan menantu perempuan dapat menyebabkan kesalahpahaman dan konflik, walhasil overthinking memperparahnya," jelasnya.
Adanya peran gender tradisional juga dapat memicu konflik antara mertua dan menantu perempuan.
Sebagai contoh jika menantu perempuan memilih sebagai wanita karier, sedangkan keluarga menjunjung nilai agar perempuan memiliki peran domestik lebih besar.
"Harapan tradisional tentang peran gender dapat menyebabkan konflik jika menantu perempuan memiliki pandangan atau karier yang berbeda," jelas Ratna.
Meskipun zaman sudah berubah, dalam kenyataannya masih ada yang belum menerima jika perempuan bisa memiliki karier sendiri.
"Masih banyak yang engga bisa menerima perempuan maju berkarier karena dianggap melampaui batas kodrat," tambahnya.
Baca juga: Pengusaha Sekaligus Mertua Dian Sastro, Adiguna Sutowo Meninggal Dunia
Berikutnya, Ratna memaparkan bahwa mungkin mertua memiliki ketergantungan emosional dengan anaknya.
Agar tidak kehilangan perhatian dari anaknya, mertua bisa menunjukkan sikap keras kepada menantu perempuan.
"Mertua mungkin merasa cemburu atau takut kehilangan perhatian dari anaknya, sehingga dapat menyebabkan mereka bersikap keras pada menantu perempuan," ujarnya.
Terakhir, mertua juga bisa mempunyai pandangan keliru tentang menantu perempuan.
Masih ada yang menganggap bahwa seorang perempuan merebut anak laki-laki suatu keluarga dengan menikah dengannya.
Selain itu, perihal nafkah juga memicu konflik. Semula anak laki-laki yang menafkahi keluarga termasuk ibunya harus membagi penghasilan dengan menghidupi istrinya.
"Mertua mungkin memiliki persepsi yang keliru tentang menantu perempuan, seperti menganggap mereka merebut anaknya atau menikah untuk dinafkahi," papar dia.
Baca juga: Penjelasan Kemenkeu soal Petugas Pajak dan Debt Collector yang Datangi Soimah
Kemudian, Ratna juga memaparkan beberapa cara untuk menyikapi situasi tidak bersahabat antara mertua dan menantu perempuan.
Ratna mengimbau untuk membangun komunikasi terbuka alih-alih memendamnya jika ada masalah.
"Bukan berdasar ilmu kebatinan saja. Yang apa-apa dipendam sendiri," ujar dia.
Dengan membicarakan masalah atau hal-hal yang mengusik hati, maka mertua dan menantu dapat saling memahami.