Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Puspita Wijayanti
Dokter, Aktivis Sosial, Kritikus

Saya adalah seorang dokter dengan latar belakang pendidikan manajemen rumah sakit, serta pernah menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) sebelum memutuskan keluar karena menyaksikan langsung dinamika perundungan dan ketidakadilan. Sebagai aktivis sosial dan kritikus, saya berkomitmen untuk mendorong reformasi dalam pendidikan kedokteran dan sistem manajemen rumah sakit di Indonesia. Pengalaman saya dalam manajemen rumah sakit memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya sistem yang berfungsi baik, bukan hanya dalam aspek klinis, tetapi juga dalam melindungi kesejahteraan tenaga kesehatan.

Risiko Gas Air Mata Kedaluwarsa

Kompas.com - 30/08/2025, 13:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKSI solidaritas yang berlangsung di Markas Polda DIY, 29 Agustus 2025, bukan sekadar unjuk rasa.

Massa pengemudi ojek online (ojol) turun ke jalan bersama mahasiswa, mengusung tuntutan keadilan bagi Affan Kurniawan, rekan mereka yang tewas akibat tertabrak kendaraan taktis Brimob.

Aksi yang dipicu duka itu bermula dari titik kumpul Universitas Islam Indonesia, berjalan menuju Polda DIY dengan pita hitam sebagai simbol duka dan harapan keadilan.

Di tengah gegap gempita tuntutan, foto tragicomic mencuat di media sosial, selongsong gas air mata bertuliskan jelas “Use Before: March 2022”.

Baca juga: Ketidakadilan dan Kekecewaan Kolektif Rakyat Vs Tuduhan Pion Asing

 

Unggahan oleh akun investigasi warga, Merapi Uncover di Instagram, memicu gelombang kekhawatiran. Aparat menggunakan amunisi kimia yang telah kedaluwarsa lebih dari tiga tahun untuk membubarkan warga di tengah duka dan protes.

Gas yang tidak lagi sama

Bungkus gas air mata ditemukan di pinggir Jalan Patal Senayan pasca aksi 28 Agustus, pada Jumat (29/8/2025) pagi.Hanifah Salsabila Bungkus gas air mata ditemukan di pinggir Jalan Patal Senayan pasca aksi 28 Agustus, pada Jumat (29/8/2025) pagi.
Gas air mata berbahan aktif CS (orthochlorobenzylidene malononitrile) dulu dijuluki “non lethal weapon” karena memaksa mundur lewat nyeri, bukan luka fatal.

Iritasi mata, batuk, hingga mata kabur adalah efek yang diharapkan.

Namun begitu melewati masa simpan, gas ini berubah sifat. Produk yang kedaluwarsa bisa terurai, menghasilkan senyawa degradasi yang jauh lebih beracun.

Olajos & Stopford (2004, Journal of Applied Toxicology) mencatat risiko pembentukan zat seperti chlorobenzyl cyanide yang dapat memperparah kerusakan jaringan paru dan memicu edema paru akut.

Pada kelompok rentan seperti penderita asma, anak-anak, dan ibu hamil, paparan gas expired bisa menjadi ancaman mematikan.

Baca juga: Menunggu Segera Langkah Politik Prabowo Redakan Krisis Sosial

 

Laporan medis di beberapa negara menunjukkan paparan berulang dapat menyebabkan bronkitis kronis, kerusakan kornea, bahkan gangguan reproduksi.

Seperti ditekankan WHO (2018), gas air mata seharusnya diperlakukan sebagai bahan kimia berbahaya, bukan instrumen rutin pengendali massa.

Dengan kata lain, ketika aparat menembakkan gas expired, kata “non lethal” kehilangan relevansinya.

Indonesia mestinya belajar dari tragedi Kanjuruhan 2022, ketika gas air mata di stadion tertutup menelan 135 korban jiwa. Peristiwa itu memaksa Polri menerapkan pembatasan penggunaan gas air mata.

Namun, temuan canister expired di Yogyakarta membuktikan bahwa reformasi tersebut hanya menyentuh permukaan, tanpa menyelesaikan akar persoalan seperti manajemen inventori dan akuntabilitas aparat.

Halaman:


Terkini Lainnya
Lansia 72 Tahun Kritis Usai Diserang Beruang di AS, Kasus Pertama Sejak 1850
Lansia 72 Tahun Kritis Usai Diserang Beruang di AS, Kasus Pertama Sejak 1850
Tren
Arkeolog Temukan Setumpuk Koin Emas Dalam Pot, Diduga Milik Tentara Bayaran
Arkeolog Temukan Setumpuk Koin Emas Dalam Pot, Diduga Milik Tentara Bayaran
Tren
Studi Ungkap Duduk Lebih Dari 5 Menit di Toilet Tingkatkan Risiko Wasir
Studi Ungkap Duduk Lebih Dari 5 Menit di Toilet Tingkatkan Risiko Wasir
Tren
Daftar Harta Mukhtarudin, Menteri P2MI Baru Hasil Reshuffle Hari Ini
Daftar Harta Mukhtarudin, Menteri P2MI Baru Hasil Reshuffle Hari Ini
Tren
Kronologi Kreator Konten di Bogor Diteror Kepala Babi, Kerap Unggah Video Edukasi soal Aksi Demonstrasi
Kronologi Kreator Konten di Bogor Diteror Kepala Babi, Kerap Unggah Video Edukasi soal Aksi Demonstrasi
Tren
Daftar Kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Gantikan Sri Mulyani
Daftar Kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Gantikan Sri Mulyani
Tren
Head to Head Indonesia U23 Vs Korea Selatan U23 Jelang Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Head to Head Indonesia U23 Vs Korea Selatan U23 Jelang Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Tren
Tanda-tanda Seseorang Perlu Segera Pergi ke Psikolog
Tanda-tanda Seseorang Perlu Segera Pergi ke Psikolog
Tren
Ekonom Jelaskan Alasan IHSG Anjlok karena Reshuffle Kabinet, Terkait Sri Mulyani?
Ekonom Jelaskan Alasan IHSG Anjlok karena Reshuffle Kabinet, Terkait Sri Mulyani?
Tren
Kena Reshuffle Kabinet Hari Ini, Berikut Karier Budi Arie Setiadi
Kena Reshuffle Kabinet Hari Ini, Berikut Karier Budi Arie Setiadi
Tren
Alasan Menpora Pengganti Dito Ariotedjo Belum Dilantik pada Reshuffle Hari Ini
Alasan Menpora Pengganti Dito Ariotedjo Belum Dilantik pada Reshuffle Hari Ini
Tren
Profil Ferry Juliantono, Menteri Koperasi Baru Pengganti Budi Arie
Profil Ferry Juliantono, Menteri Koperasi Baru Pengganti Budi Arie
Tren
Siapa Mukhtarudin yang Dilantik Prabowo Jadi Menteri P2MI Kabinet Merah Putih?
Siapa Mukhtarudin yang Dilantik Prabowo Jadi Menteri P2MI Kabinet Merah Putih?
Tren
Daftar Nama Menteri yang Dilantik Prabowo Hari Ini
Daftar Nama Menteri yang Dilantik Prabowo Hari Ini
Tren
Ramai Diperbincangkan, Perusahaan di Jepang Punya Layanan Sewa 'Orang Seram'
Ramai Diperbincangkan, Perusahaan di Jepang Punya Layanan Sewa "Orang Seram"
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau