KOMPAS.com - Wartawan dituntut untuk berhati-hati dan memiliki sensitivitas tinggi ketika memberitakan kasus yang menyangkut anak di bawah umur.
Dalam Pasal 5 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dijelaskan, wartawan Indonesia dilarang menyebutkan atau menyiarkan identitas korban kejahatan susila, serta identitas anak yang terlibat sebagai pelaku kejahatan.
Sejalan dengan itu, Direktur Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Nurcholis MA Basyari menyampaikan, aturan tersebut memiliki turunan berupa pedoman pemberitaan yang ramah anak.
Ia menegaskan bahwa siapa pun, baik polisi, jaksa, hakim, maupun wartawan, tidak boleh mengungkap identitas anak.
Dalam KEJ, perlindungan berlaku bagi anak yang menjadi korban maupun pelaku. Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), perlindungan mencakup semua anak, baik korban, pelaku, maupun saksi.
“Siapapun, entah polisi, jaksa, hakim, termasuk wartawan, tidak boleh mengungkapkan identitas anak dan identitas mereka harus dilindungi," ujarnya saat menjadi mentor dalam salah satu sesi Journalism Fellowship on CSR Batch 2 2025 secara daring, Selasa (2/9/2025).
Lantas, bagaimana seharusnya media memberitakan anak-anak?
Baca juga: Dari Teror Kepala Babi hingga Tempeleng Pers
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Fajar Junaedi menyampaikan penjelasan mengenai pemberitaan yang menyangkut anak-anak.
Khususnya ketika anak-anak di bawah umur terlibat dalam situasi kerusuhan, wartawan memerlukan sensitivitas yang tinggi. Hal ini penting demi menjaga keselamatan, keamanan, dan martabat anak.
Fajar juga menyampaikan bahwa dalam proses peliputan, wartawan perlu mematuhi sejumlah kaidah etika, yang pertama yaitu menjaga identitas anak.
Identitas yang dimaksud mencakup semua data atau informasi yang dapat memudahkan orang lain mengenali anak tersebut, seperti nama, foto, gambar, nama saudara, orangtua, paman, bibi, hingga kakek atau nenek.
Wartawan juga dilarang menyebutkan keterangan tambahan seperti alamat rumah, alamat desa, sekolah, perkumpulan/klub yang diikuti, maupun benda-benda khas yang bisa menyingkap identitas anak.
“Wartawan juga sebaiknya tidak memberikan informasi yang dapat mengidentifikasi anak, seperti nama lengkap, alamat rumah, atau informasi pribadi lainnya,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (4/9/2025).
Baca juga: Profil Atmakusumah Astraatmadja, Tokoh Pers Nasional yang Meninggal Dunia
Lebih lanjut, Fajar menyampaikan bahwa wartawan juga dapat menggunakan teknik penyamaran dalam memberitakan kasus mengenai anak-anak di bawah umur.
Ia mencontohkan, misalnya dengan melakukan blur, siluet, atau pengambilan gambar dari belakang agar wajah anak tidak terlihat jelas dalam foto maupun video.