KOMPAS.com - Hari ini 21 tahun yang lalu, aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib, meninggal dunia karena diracun dalam penerbangan menuju Belanda.
Meski sudah ada sosok yang ditetapkan sebagai tersangka dan telah menjalani hukuman, kasus pembunuhan Munir masih diselimuti misteri.
Pasalnya, otak atau aktor utama di balik kasus pembunuhan Munir belum terungkap sampai dengan saat ini.
Baca juga: 21 Tahun Berlalu dan Negara Tak Kunjung Tuntaskan Kasus Munir...
Dikutip dari Kompas.com (14/9/2025), berikut kronologi pembunuhan Munir dan perjalanan kasusnya:
Pada 6 September 2004, Munir terbang ke Belanda dalam rangka melanjutkan studi pascasarjana.
Sekitar pukul 21.55 WIB, pesawat Garuda Indonesia yang ditumpangi Munir, dengan nomor penerbangan GA 974, lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.
Baca juga: Kesaksian Eks Petinggi BIN: Munir Dibunuh dalam Operasi Intelijen, Ada Aliran Dana
Pesawat yang ditumpangi Munir, sempat transit di Changi, Singapura, pada 7 September 2004 sekitar pukul 00.40 waktu setempat.
Saat transit, Munir sempat duduk di Coffee Bean. Kemudian pada pukul 01.50 dini hari, pesawat lepas landas dari Changi dan menuju Amsterdam, Belanda.
Baru tiga jam setelah take-off, Munir diketahui merasa sakit dan beberapa kali ke toilet. Dia lalu dipindahkan dari tempat duduknya di kursi 40G ke kursi di samping dokter yang duduk di kursi 1J.
Baca juga: Catatan September Hitam Indonesia: Tragedi 1965, Kematian Munir, hingga 17+8 Tuntutan Rakyat
Meski sempat dirawat oleh dokter, nyawa Munir tidak dapat diselamatkan. Munir mengembuskan napas terakhirnya pada pukul 08.10 waktu setempat, ketika pesawat berada di ketinggian 40.000 kaki di atas tanah Rumania.
Munir yang berangkat dari Jakarta dalam keadaan sehat, meninggal dunia sebelum pesawat mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam.
Pesawat yang ditumpangi Munir sampai di Amsterdam, pada 7 September 2004 pukul 10.00 waktu setempat.
Setelah mendarat, 10 petugas polisi militer masuk ke pesawat untuk menjalankan prosedur pemeriksaan, dan seluruh penumpang dilarang turun selama 20 menit hingga pemeriksaan selesai.
Baca juga: Kronologi Pembunuhan Aktivis Munir yang Diusut Kembali oleh Komnas HAM
Jenazah Munir sempat diautopsi oleh pemerintah Belanda, sebelum dibawa pulang ke Indonesia untuk dimakamkan.
Setelah kembali ke Tanah Air, pada 12 September 2004, jenazah aktivis HAM Munir dimakamkan di Kota Batu, Jawa Timur.
Baca juga: Tanda Keracunan Arsenik yang Membunuh Munir di Udara 20 Tahun Lalu
Berselang dua bulan setelah kematian Munir, Institut Forensik Belanda (NFI) mengabarkan bahwa racun arsenik dalam jumlah dosis yang fatal ditemukan di tubuh Munir.
Dari sana mulai muncul kecurigaan bahwa Munir tewas karena diracun di pesawat. Adapun pihak keluarga mendapatkan informasi terkait temuan racun dalam hasil autopsi Munir melalui media Belanda.
Pada 12 November 2004, istri Munir, Suciwati, mendatangi Mabes Polri untuk meminta hasil autopsi Munir. Namun, ia gagal mendapatkan hasil autopsi suaminya.
Baca juga: Mengenang Munir dan Misteri Kematiannya akibat Diracun di Pesawat 20 Tahun Lalu
Sejumlah LSM kemudian mengadakan jumpa pers di kantor KontraS untuk mendesak pemerintah segera melakukan investigasi, menyerahkan hasil autopsi kepada keluarga Munir, dan membentuk tim penyelidikan independen dengan melibatkan masyarakat sipil.
Desakan kepada pemerintah untuk mengungkap pelaku beserta dalang di balik kasus pembunuhan Munir pun disuarakan masyarakat di berbagai daerah.
Pada 28 November 2004, total ada 21 orang yang diperiksa Mabes Polri terkait kasus Munir, yang di antaranya delapan kru Garuda Indonesia yang melakukan penerbangan bersama Munir.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Aktivis HAM Munir Lahir 8 Desember 1965
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu belum lama menjabat menggantikan Megawati, berjanji akan menindaklanjuti kasus pembunuhan Munir.
Mendapat desakan dan gelombang demonstrasi masyarakat dan para aktivis HAM, SBY mengesahkan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir pada 23 Desember 2004.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Menuju Kedaluwarsa Kasus Kematian Munir
Pada 2005, TPF mulai mendesak Polri untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus Munir.
TPF menilai, Polri terlalu lamban dalam mengungkap pembunuhan Munir, sedangkan pihak Garuda Indonesia seakan menutup-nutupi kasus tersebut.
Pada 28 Februari 2005, TPF menyebut pihak manajemen Garuda Indonesia diduga memalsukan surat penugasan Pollycarpus, seorang pilot Garuda, yang turut dalam penerbangan bersama Munir.
Baca juga: Mengenang Munir dan Keabadian Perjuangannya...
Pada 3 Maret 2005, Tim Pencari Fakta melaporkan adanya temuan terkait kasus Munir kepada Presiden SBY.
TPF menyebut terdapat indikasi kejahatan konspiratif karena ada kecurigaan keterlibatan oknum PT Garuda Indonesia dan pejabat direksi Garuda.
Pada 14 dan 15 Maret 2005, penyidik dari Bareskrim Polri memeriksa Pollycarpus dan enam calon tersangka lain (empat dari PT Garuda Indonesia), yang direkomendasikan TPF.
Selain itu, TPF juga mencium keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) karena ada data percakapan antara Pollycarpus dengan orang BIN, Muchdi Purwoprandjono atau Muchdi Pr, sebelum dan sesudah pembunuhan Munir.
Baca juga: Pembangunan Museum HAM Munir, Apa Saja PR Penegakan HAM di Indonesia?
Tim Pencari Fakta juga menyebut Pollycarpus telah menerima perintah dari BIN untuk membunuh aktivis HAM Munir.
Pada 18 Maret 2005, Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Munir dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.
Baca juga: Belajar dari Kasus Munir, Ini Cara Penanganan Arsenik di Dalam Tubuh
Setelah melewati penyelidikan panjang dan beberapa kali persidangan, pada 20 Desember 2005, Pollycarpus dijatuhi vonis 14 tahun penjara karena menjadi aktor pembunuhan Munir.
Adapun Direktur Utama PT Garuda Indonesia Indra Setiawan divonis satu tahun penjara lantaran dianggap menempatkan Pollycarpus sebagai extra crew di jadwal penerbangan Munir.
Sementara itu, tokoh-tokoh BIN yang diduga terkait dengan kasus ini, terbebas dari tuntutan atas pembunuhan Munir.
Setelah mendapatkan berbagai remisi hukuman, Pollycarpus yang semestinya baru keluar dari penjara pada 2022, sudah bebas bersyarat pada November 2014.
Dan selepas menjalani hukuman, Pollycarpus tetap kukuh menyatakan bahwa dia bukanlah pembunuh Munir.
(Sumber: Kompas.com/Tri Indriawati)
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini