Dampak kedua, anak yang terbiasa melihat kekerasan atau kerusuhan berpotensi menunjukkan perilaku agresif.
Menurut Ratna, paparan media berlebihan dapat menghambat kemampuan anak untuk berinteraksi secara sehat dengan orang lain.
Dampak lainnya, anak bisa merasa terpaksa mengikuti tren atau perilaku tertentu yang mereka lihat di media sosial.
Baca juga: Cerita Petugas Damkar Kota Yogyakarta, Jadi Teknisi Dadakan Usai Bantu Rakit Kipas Angin Anak Kosan
Ratna menyampaikan, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk melindungi anak dari dampak negatif paparan media. Berikut di antaranya:
"Dengan memahami dampak potensial serta mengambil langkah pencegahan, orang tua dapat membantu anak-anak menghadapi tantangan yang muncul akibat paparan pemberitaan tentang demo maupun kerusuhan," jelasnya.
Selain itu, Jasra juga menyoroti perlunya mitigasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, untuk memastikan anak-anak tidak ikut aksi demonstrasi secara langsung.
Jasra menyarankan adanya pembentukan tim lintas kementerian, lembaga, dan masyarakat yang dapat merespons cepat ketika anak-anak ditemukan terlibat dalam demonstrasi.
“Ruang dialog yang aman harus dibuka, baik di keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Anak perlu didengar dan mendapatkan wadah untuk menyalurkan kecemasan, keresahan, dan daya kritiknya dengan aman,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya literasi politik bagi anak agar mereka tidak mudah terprovokasi atau dimanfaatkan dalam ruang politik yang salah.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini