KULON PROGO, KOMPAS.com – Jembatan Pandansimo yang baru diresmikan di pesisir selatan Yogyakarta tidak hanya berfungsi sebagai penghubung, tetapi juga dirancang sebagai benteng infrastruktur terhadap bencana.
Jembatan ini diklaim mampu menahan guncangan gempa hingga magnitudo 9,0 serta mengantisipasi potensi likuifaksi.
Jembatan Pandansimo dibuka hari ini, Senin (29/9/2025). Pembangunan jembatan yang dimulai sejak November 2023 ini telah rampung pada Juni 2025.
Baca juga: Jembatan Pandansimo Resmi Dibuka untuk Uji Coba, Ribuan Warga Antusias Menyambut
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Jembatan Pandansimo, Setiawan Wibowo, menyampaikan bahwa jembatan ini memang dirancang untuk mendukung konektivitas antarwilayah di selatan Yogyakarta.
Namun, ia menegaskan bahwa aspek ketahanan terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan likuifaksi juga menjadi perhatian utama dalam perencanaannya.
“Mitigasi bencananya kami sudah merencanakan adanya potensi lukifaksi dan gempa dari Pandansimo dan insya Allah kita antisipasi,” ujar Setiawan saat pembukaan Jembatan Pandansimo untuk umum, Senin pagi.
Jembatan ini memiliki panjang total sekitar 2.300 meter, dengan bentang utama sepanjang 675 meter yang membentang di atas aliran Sungai Progo.
Lebar jembatan mencapai 24 meter dan terdiri dari empat lajur kendaraan, trotoar (pedestrian) di kedua sisi, planter box, serta median jalan.
Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp800 miliar untuk menyelesaikan proyek ini sebagai bagian dari penghubung Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) antara Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul.
Dari sisi ketahanan struktur, jembatan bertipe multi-arch bridge (lengkung banyak) ini dirancang untuk mampu menahan gempa hingga kekuatan M 9,0.
Selain itu, desainnya juga mengantisipasi potensi likuifaksi akibat struktur tanah berpasir, mengingat lokasi jembatan berada sekitar 10 kilometer dari Sesar Opak, zona aktif gempa di wilayah tersebut.
Masyarakat antusias melewati Jembatan Pandansimo yang menghubungkan kawasan pesisir selatan Yogyakarta resmi dibuka untuk umum.Dalam skenario terburuk, bila terjadi likuifaksi, diperkirakan lapisan pasir hingga kedalaman sekitar 10 meter akan terdegradasi. Untuk mengantisipasi hal ini, jembatan sudah dibekali dengan fondasi bor dalam yang mencapai kedalaman sekitar 30 meter.
Untuk meredam dampak gempa, struktur jembatan ini juga dilengkapi dengan sistem isolasi berupa lead rubber bearing (LRB). Komponen ini berfungsi untuk mengisolasi gaya gempa sehingga struktur atas jembatan tidak mengalami simpangan atau goyangan besar saat terjadi gempa.
Selain itu, digunakan pula timbunan ringan berupa mortar busa di atas struktur Corrugated Steel Plate (CSP) guna meningkatkan stabilitas.
"Kami menggunakan fondasi bor dalam hingga kedalaman 30 meter, serta material ringan seperti mortar busa di atas struktur Corrugated Steel Plate (CSP)," jelas Setiawan.