YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Dua anak gifted asal Yogyakarta, Wilang dan Afa, menjadi bukti nyata bahwa kecerdasan luar biasa bukan tanpa tantangan.
Meski memiliki IQ di atas 150, keduanya pernah menghadapi hambatan di sistem pendidikan formal—mulai dari kebosanan belajar hingga perundungan karena dianggap berbeda.
Wilang, mahasiswa Biologi di Universitas Gadjah Mada (UGM), diketahui memiliki IQ lebih dari 150, masuk kategori Cerdas Istimewa Bakat Istimewa (CIBI) atau gifted children.
Ketertarikannya pada dunia Biologi sudah terlihat sejak usia dini. “Di usia 2 tahun dia sudah lancar membaca dan masuk TK. Buku favoritnya waktu itu ensiklopedia biologi,” ungkap sang ibu, Rusmwati Wawa.
Baca juga: Faith Qatrunnada, Anak CIBI Salatiga yang Mendunia Lewat Prestasi dan Kepedulian Sosial
Waktu kecil, Wilang sering dititipkan ke rumah neneknya karena kedua orang tuanya bekerja.
Di sana, ia banyak bermain dan belajar bersama Pak Dhe yang berlatar belakang peternakan.
Kebun luas milik sang paman menjadi laboratorium hidup bagi rasa ingin tahunya.
Salah satu momen yang masih diingat keluarganya adalah ketika Wilang kecil bisa mengidentifikasi jamur beracun dan tidak, hanya berdasarkan informasi dari buku yang dibacanya.
Karena ketertarikannya pada Biologi, Wilang mengikuti ekstrakurikuler Bioteknologi for Young Learner.
Di sana, ia bertemu Wahyu, dosen dari Universitas Sanata Dharma, yang kemudian mengajaknya berbagi ilmu.
“Waktu aku SD, pernah diajak ibunya Mas Wahyu untuk 'ngajar anak kuliah'. Sebenarnya sih sharing pengalaman belajar bioteknologi,” ujar Wilang mengenang.
Pengalaman ini mendorong Wilang untuk bercita-cita menjadi dosen dan peneliti.
Ia kini berada di semester akhir kuliahnya, dan sudah sempat mengikuti program pertukaran mahasiswa ke Jepang saat semester 5 dan 6, dengan fokus penelitian pada antioksidan dari obat tradisional.
“Setelah lulus, rencananya mau cari beasiswa S2. Tahun depan baru daftar, jadi tahun ini cari kerja dulu, mungkin ngajar,” ujar Wilang.
Berbeda dengan Wilang, kisah Afa, anak ber-IQ 156 menurut skala Wechsler, justru menunjukkan sisi lain dari anak-anak gifted—tantangan sosial dan emosional.