DENPASAR, KOMPAS.com - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mendesak pihak Universitas Udayana (Unud) agar menjatuhkan sanksi tegas bagi pelaku ujaran nirempati dalam kasus kematian mahasiswa Fakultasl Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) berinisial TAS (22).
Dalam kasus ini, korban diduga mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari lantai empat di salah satu gedung kampus pada Rabu (15/10/2025).
Menurut Pigai, pihak Universitas Udayana harus melaksanakan pedoman Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang penanganan kasus kekerasan di Perguruan Tinggi dalam kasus ujaran nirempati tersebut.
"Terkait dengan peristiwa yang terjadi terutama mereka yang melakukan bullying, diharapkan berpedoman pada Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024."
Baca juga: Seminggu Pasca-kematian TAS, Belum Ada Sanksi Resmi dari Unud bagi Mahasiswa dengan Ujaran Nirempati
"Saya yakin rektor akan mengambil keputusan yang adil."
"Rasa keadilan harus dirasakan oleh orang yang korban, yang kedua harus dirasakan oleh keluarga paling dekatnya, baru yang ketiga dirasakan secara publik," kata dia di kampus Universitas Udayana, Jalan Sudirman, Kota Denpasar, Bali, Jumat (24/10/2025).
Selain itu, Pigai juga mendorong pihak kepolisian agar dalam penyelidikan kasus ini bisa mengungkap apakah ada atau tidaknya kasus perundungan semasa TAS hidup dan hubungannya dengan kasus ujaran nirempati pasca-kematian TAS.
"Proses hukum saya sudah meminta aparat kepolisian harus benar-benar menyelesaikan, baik itu dengan penyelidikan konvensional, maupun juga penyelidikan scientific investigation, supaya hasil terakhir apakah ada hubungan antara peristiwa kematian dan bullying itu ada," katanya.
Menurutnya, polisi harus bisa menemukan motif korban agar keluarga korban mendapat jawaban pasti.
Baca juga: Komisi X DPR RI: Pelaku Bullying di Unud Harus Kena Sanksi
"Kalau tidak ada (perundungan), terus apa yang menyebabkan beliau itu meninggal? Itu penting, karena bagi keluarga korban itu informasi yang berdasarkan data fakta, informasi yang sah, itu adalah memberi keyakinan kepada mereka," sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, Lukas Triana Putra, ayah kandung TAS memilih tidak melaporkan para pelaku ujaran nirempati atau perundungan pasca-kematian putranya itu.
Ia menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kampus untuk menyelesaikan kasus perundungan tersebut.
"Saya tidak mau membawa ke pidana, karena memang saya juga tahu kalau saya punya anak, jadi gitu kan juga kasian juga orang tuanya. Oleh sebab itu, biarlah dari pihak kampus saja yang menyelesaikan," kata dia di Polresta Denpasar, Sabtu (18/10/2025).
Sementara itu, Kepala Kepolisian Sektor Denpasar Barat Komisaris Polisi Laksmi Trisnadewi Wieryawan mengatakan tidak ada dugaan perundungan sebagai penyebab kematian TAS.
Dari hasil pemeriksaan saksi, baik dosen, mahasiswa maupun teman kelas dan seangkatan korban tidak ditemukan adanya bukti perundungan saat TAS masih hidup.
Baca juga: BEM Unud Datangi Polda Bali, Kawal Proses Hukum Kematian TAS
Justru di mata teman-temannya korban dikenal sebagai sosok yang disegani karena kecerdasannya.
"Jadi rekan-rekan itu segan, malahan. Kemudian kalau untuk menjadi korban pembulian, itu dari teman-temannya pun merasa itu sangat kecil sekali kemungkinannya terjadi."
"Karena korban ini orang yang berprinsip sekali. Jadi bukan tipe-tipe yang seperti akan gampang dibuli seperti itu. Itu pengakuan dari beberapa saksi yang kami minta keterangan," kata dia di ruang kerjanya pada Senin (20/10/2025).
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang