KOMPAS.com-Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. menghentikan impor beras selama 60 hari mulai 1 September 2025.
Keputusan ini bertujuan menjaga kestabilan harga dan melindungi petani lokal dari kerugian.
Menteri Pertanian Francisco P. Tiu Laurel Jr. menyebut langkah tersebut sebagai respons atas tekanan yang kini dirasakan petani padi.
"Penangguhan ini merupakan tindakan yang lebih terukur—tindakan yang dapat segera kami batalkan jika diperlukan," kata Tiu Laurel dilansir dari laman Departemen Pertanian Filipina, Rabu (6/8/2025).
Baca juga: Stok Beras di Ritel Modern Kosong, Kemendag: Pasokan SPHP Belum Masuk Semua
"Ini memberi kami fleksibilitas untuk bertindak cepat guna melindungi petani dan konsumen kami. Di sisi lain, kenaikan tarif yang terlalu dini dapat menjadi bumerang dan akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dibatalkan," sebutnya lagi.
Ia menilai pemerintah perlu berhati-hati.
"Kita seperti berjalan di atas tali. Taruhannya tinggi bagi petani dan rakyat Filipina, jadi sangat penting bagi kita untuk mencapai keseimbangan yang tepat," kata Tiu.
Langkah ini menggunakan kewenangan presiden dalam Rice Tariffication Law atau Undang-Undang Tarif Beras.
Undang-undang ini memberi kepala negara hak untuk menunda atau membatasi impor dalam jangka waktu tertentu demi menjaga pasar domestik.
Salah satu alasan kebijakan ini diambil adalah merosotnya harga gabah.
Di sejumlah daerah, pedagang hanya membeli gabah dengan harga 8 peso per kilogram atau sekitar Rp2.278 (kurs 1 peso = Rp284,83). Nilai ini hanya dua pertiga dari ongkos produksi petani paling efisien.
Baca juga: Menko Zulhas: Tahun Depan Tak Perlu Impor Beras Lagi
Sebelumnya, Departemen Pertanian merekomendasikan kenaikan tarif impor beras. Tarif semula 15 persen diusulkan naik menjadi 25 persen, lalu 35 persen.
Namun, Presiden Marcos belum menyetujui usulan tersebut. Ia memilih menunggu hasil dari kebijakan penghentian impor.
Sebagai catatan, pada Juli tahun lalu, pemerintah memangkas tarif impor dari 35 persen menjadi 15 persen untuk menekan lonjakan harga beras saat itu.
Tiu Laurel mengatakan masa penangguhan akan dimanfaatkan untuk menilai dampak kebijakan terhadap harga pasar dan pendapatan petani.
“Jika strategi ini menghasilkan harga di tingkat petani yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih baik bagi petani kita, kita mungkin tidak perlu lagi menaikkan tarif,” ujarnya.
“Yang terpenting adalah kita membuat keputusan yang tepat karena jutaan nyawa bergantung pada hasilnya,” sambungnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini