KOMPAS.com – Akademisi IPB University sekaligus Ketua Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang, Prima Gandhi, menegaskan bahwa praktik beras oplosan yang meresahkan masyarakat merupakan pelanggaran hukum karena tidak memenuhi standar mutu yang telah diatur pemerintah.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional (Perka Bapanas) Nomor 2 Tahun 2023, beras premium harus memenuhi kriteria derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen, dan persentase beras patah maksimal 15 persen.
Sementara itu, Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 Beras menetapkan syarat lebih ketat, antara lain beras kepala minimal 85 persen, beras patah maksimal 14,5 persen, serta bebas dari hama, bau tidak sedap, dan cemaran berbahaya.
“Apabila sebuah perusahaan agribisnis dengan sengaja melabeli produknya sebagai beras premium tetapi persentase beras patah melebihi 15 persen, itu jelas melanggar regulasi dan membohongi konsumen,” ujar Gandhi melalui keterangan persnya, Selasa (12/8/2025).
Ia menekankan, praktik kecurangan tersebut merugikan banyak pihak sekaligus: masyarakat sebagai konsumen, petani yang tertekan oleh harga pasar, serta pelaku agribisnis beras yang reputasinya tercoreng di mata dunia.
Baca juga: Pedagang Pasar Cipinang Takut Jualan Gara-gara Beras Oplosan, Mendag Klaim Sudah Tertangani
Menurut Gandhi, pengoplosan beras tidak boleh dinormalisasi sebagai hal wajar di industri pangan nasional, terlebih jika Indonesia ingin meningkatkan rantai nilai produk beras ke tingkat global.
“Mixing jenis beras mungkin tidak terhindarkan, tetapi berapa pun komposisinya, standar mutu tetap harus dipenuhi. Ditambah lagi jika klaim di kemasan berbeda dengan isinya, itu sudah jelas pelanggaran hukum,” tegasnya.
Gandhi mendorong penguatan pengawasan distribusi beras, tidak hanya mengandalkan aparat penegak hukum, tetapi juga memanfaatkan inovasi teknologi.
Salah satunya adalah penerapan sistem barcode atau QR Code pada kemasan, seperti yang telah diterapkan di Jepang, sehingga asal-usul produk dapat ditelusuri dari produsen hingga konsumen.
“Penerapan teknologi ini akan memudahkan traceability dari hulu ke hilir. Ini bukan hanya melindungi konsumen, tetapi juga menjaga kepercayaan publik terhadap industri beras nasional,” pungkasnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini