KOMPAS.com – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berencana menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026 mendatang. Klaim pemerintah, kebijakan ini diperlukan untuk menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Meski begitu, pemerintah menyadari tidak semua peserta mampu menanggung kenaikan iuran. Oleh karena itu, akan disiapkan skema subsidi khusus bagi peserta mandiri agar tetap bisa mengakses layanan kesehatan.
Kebijakan iuran BPJS Kesehatan naik sejatinya bukan hal baru. Sejak program JKN digulirkan, pemerintah beberapa kali melakukan penyesuaian tarif.
Bahkan, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 mengatur bahwa evaluasi dan penyesuaian iuran dapat dilakukan setiap dua tahun sekali.
Baca juga: Wacana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Penjelasan Sri Mulyani
Mengutip Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, disebutkan bahwa iuran BPJS Kesehatan naik bertahap pada tahun depan. Pemerintah juga tetap akan memberikan subsidi bagi sebagian masyarakat yang berhak.
"Dalam kerangka pendanaan, skema pembiayaan perlu disusun secara komprehensif untuk menjaga keseimbangan kewajiban antara tiga pilar utama: (1) masyarakat/peserta, (2) pemerintah pusat, dan (3) pemerintah daerah," tulis Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026.
"Untuk itu, penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program," bunyi Bab 6 Risiko Fiskal buku tersebut.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan alokasi anggaran sektor kesehatan pada 2026 sebesar Rp 114 triliun. Jumlah ini meningkat sekitar 8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 105,6 triliun.
Selain itu, Kementerian Kesehatan juga mendapatkan dukungan anggaran melalui APBD senilai Rp 14,5 triliun. Dengan tambahan tersebut, total anggaran Kementerian Kesehatan pada 2026 mencapai Rp 128 triliun.
Baca juga: Anggota DPR Bocorkan Iuran BPJS Kesehatan Naik Bertahap Mulai 2026
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, sebagian besar anggaran digunakan untuk mendukung pembiayaan BPJS Kesehatan, dalam hal ini untuk subsidi iuran.
"Paling besar di mana? Paling besar di nomor empat itu, untuk pembiayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang besarnya sekitar Rp 59 triliun," kata Budi dalam Konferensi Pers: RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, pada Jumat (15/8/2025).
Rinciannya, anggaran tersebut dialokasikan bagi bantuan iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan dengan target 96,8 juta orang, serta pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja (PBPU-BP) sebanyak 2,5 juta orang.
Setelah pembiayaan BPJS, pos anggaran terbesar berikutnya digunakan untuk layanan rumah sakit yang diproyeksikan mencapai Rp 30 triliun. Anggaran ini mencakup dukungan operasional 38 Rumah Sakit Pemerintah Pusat hingga penyediaan vaksin untuk sekitar 2 juta anak.
"Ada juga beberapa pembangunan RS di 34 kabupaten kota daerah terpencil. Itu dapat anggaran dari Bapak Presiden Rp 9,7 triliun," ungkapnya.
Baca juga: Apa Kata BPJS Kesehatan Soal Kenaikan Biaya Iuran Peserta?
Selain itu, program pengembangan pendidikan dokter dan dokter spesialis turut mendapat alokasi Rp 2,5 triliun.