Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ija Suntana
Dosen

Pengajar pada Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pemakzulan dan Frasa "Perbuatan Tercela"

Kompas.com - 08/05/2025, 11:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini, frasa “perbuatan tercela” mendadak naik panggung di tengah hiruk-pikuk isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming.

Frasa tersebut diperdebatkan oleh berbagai pihak. Perdebatan bermuara pada pertanyaan, apakah “tercela” itu soal moral, hukum, atau politik? Atau tiga-tiganya sekaligus?

Saya memandang bahwa frasa “perbuatan tercela” dalam Pasal 7A UUD 1945 harus dipositivisasi secara ketat dan terukur, agar tidak menjadi pasal karet yang bisa ditarik ke mana-mana mengikuti tekanan sosial atau persepsi politik sesaat.

Bahkan, kalau perlu dilakukan “delesi konstitusional”, yaitu penghapusan sebagian dari teks konstitusi, melalui proses amandemen.

Suatu istilah konstitusional yang dibiarkan kabur, tidak jelas batasnya, ia akan menjadi instrumen kekuasaan yang berbahaya. Ketidakjelasan makna suatu frasa di konstitusi membuka ruang penyalahgunaan tafsir.

Terbayang oleh kita, setiap tindakan yang dianggap “tidak elok” secara sosial bisa dijadikan dasar pemakzulan.

Baca juga: Mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming: Antara Mandat Rakyat vs Konsensus Elite

Umpamanya, seorang wakil presiden meludah di jalan—meminjam ilustrasi Profesor Jimly (Jimly Asshiddiqie)—dan tanpa sengaja mengenai muka orang lain yang sedang jalan, dapat dieksploitasi secara politik dan digiring sebagai “bukti moral” bahwa wakil presiden telah melakukan perbuatan tercela dan layak dimakzulkan.

Kejelasan definisi untuk frasa “perbuatan tercela” bukan sekadar kebutuhan akademik, tetapi keharusan konstitusional demi perlindungan terhadap stabilitas negara.

Jika tidak ada “batas baku” yang mempositivisasikan frasa “perbuatan tercela”, maka kejadian insidental, termasuk yang sepele sekalipun, dapat dieksploitasi secara politik dan digiring sebagai dalil bahwa wakil presiden telah melakukan perbuatan tercela dan layak dimakzulkan.

Melalui kelihaian “olah viralitas” di zaman viral kiwari, publik bisa terpolarisasi dan cepat tersulut sentimen oleh kejadian insidental sepele, yang bisa menyeret pejabat konstitusional keluar dari jabatannya.

Padahal, kejadian seperti itu secara hukum mungkin hanyalah pelanggaran ringan atau bahkan tidak disengaja—bukan pelanggaran etik berat, apalagi pelanggaran konstitusi.

Frasa “perbuatan tercela” harus disubordinasikan dalam kerangka “hukum positif”: apakah ia masuk dalam kategori tindak pidana tertentu, apakah terbukti melalui mekanisme pengadilan, dan apakah memiliki dampak yang signifikan terhadap kehormatan serta fungsi negara.

Tanpa kepastian itu, kita akan menciptakan sistem hukum yang “baper”—mudah tersinggung, mudah terpancing, dan mudah dipolitisasi. Dalam prinsip negara hukum tidak boleh ada pasal yang bisa dijadikan alat represi berdasarkan persepsi.

Sangat mendesak agar frasa “perbuatan tercela” dipositivisasi (diberi kepastian batas) dalam bentuk aturan turunan.

Kita bisa melakukannya melalui undang-undang, tafsir Mahkamah Konstitusi, atau ketentuan hukum tata negara lainnya, dengan indikator objektif, batasan jelas, dan kriteria pembuktian yang ketat.

Halaman:


Terkini Lainnya
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Nasional
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Nasional
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau