Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Desi Sommaliagustina
Dosen

Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang

Antara Ekspresi, Kritik, dan Ancaman Hukum

Kompas.com - 13/05/2025, 15:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DUNIA maya kembali dihebohkan unggahan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang memuat meme satir terhadap presiden.

Meme tersebut menggambarkan presiden dalam situasi yang dinilai tidak etis, bahkan oleh sebagian pihak dianggap menghina simbol negara.

Tak berselang lama, unggahan itu viral, menarik atensi publik, media, dan yang paling mencengangkan memicu laporan ke pihak berwajib.

Pertanyaannya, apakah meme semacam itu benar-benar bentuk kejahatan? Ataukah justru manifestasi paling jujur dari kekecewaan warga negara terhadap pemimpinnya?

Secara yuridis, kita perlu terlebih dahulu membedakan antara "kritik", "satir", dan "penghinaan". Ketiganya sering kali tumpang tindih dalam tafsir publik, tapi masing-masing memiliki posisi berbeda dalam sistem hukum Indonesia.

Meme yang diunggah mahasiswa ITB dapat dikategorikan sebagai bentuk satir politik. Dalam kamus Cambridge, satire berarti “a way of criticizing people or ideas in a humorous way, or a piece of writing or play that uses this style.”

Dalam banyak tradisi demokrasi, satire dilindungi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.

Baca juga: Babak Baru Kasus Mahasiswi ITB, Minta Maaf dan Penahanan Ditangguhkan

Namun, di Indonesia, payung hukum yang digunakan untuk menindak ekspresi semacam ini kerap menggunakan pasal-pasal karet.

UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2), kerap dijadikan senjata untuk membungkam suara-suara kritis, dengan dalih menjaga ketertiban atau mencegah ujaran kebencian.

Yang menjadi masalah bukanlah keberadaan hukum, melainkan elastisitasnya. Pasal-pasal ini bisa mengakomodasi banyak tafsir, tergantung siapa yang membacanya.

Dalam kasus meme mahasiswa ITB, pengunggahan tersebut segera dihubungkan dengan dugaan penghinaan terhadap presiden. Padahal Mahkamah Konstitusi dalam putusan No. 013-022/PUU-IV/2006 telah menyatakan bahwa penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden tidak lagi merupakan delik pidana.

Sayangnya, aparat sering kali mengabaikan norma konstitusi ini dan lebih memilih tafsir sempit melalui pasal-pasal pidana.

Akibatnya, publik dicekam ketakutan berekspresi. Fenomena ini bahkan dikenal dalam kajian hukum kebebasan sipil sebagai “chilling effect” di mana warga negara memilih diam karena takut pada represi hukum.

Mengapa negara gampang tersinggung?

Pertanyaan mendasar adalah: mengapa negara lewat aparaturnya begitu cepat bereaksi terhadap kritik, bahkan dalam bentuk meme?

Apakah negara hari ini sedang mengalami "krisis legitimasi", sehingga kekuasaan merasa perlu untuk terus-menerus menegakkan wibawa melalui hukum, alih-alih menjawab substansi dari kritik?

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Tambang Nikel di Pulau Batang Pele Raja Ampat Ada di Hutan Lindung
Nasional
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Pemerintah Sebut Tambang Nikel Pulau Kawei Raja Ampat Melebihi Batas
Nasional
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Menteri LH: Izin Lingkungan Tambang Raja Ampat Diterbitkan Bupati pada 2006
Nasional
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Pemerintah Perkarakan Pencemaran Pulau Manuran Raja Ampat ke Ranah Hukum
Nasional
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Anggota DPR Sebut Tambang Ilegal Papua Dibekingi Aparat, TNI: Laporkan!
Nasional
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Sejumlah Jemaah Haji RI Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf
Nasional
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Penulis Ulang Sejarah RI: Tone Positif Tak Berarti Gelapkan Hal Jelek
Nasional
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Urus Udara Jakarta yang Memprihatinkan, Menteri LH Belum ke Raja Ampat
Nasional
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Dukung Penutupan Tambang Nikel di Raja Ampat, Lamhot Sinaga: Keindahan Alam dan Kekayaan Hayati Harus Dilestarikan
Nasional
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Eks Kepala PPATK Salut Djaka Budi Utama Terima Jabatan Dirjen Bea Cukai
Nasional
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Menteri LH Perlihatkan Foto Tambang di Raja Ampat, Begini Kondisinya
Nasional
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Menteri LH: Pantai Pulau Manuran Raja Ampat Keruh karena Tambang Nikel
Nasional
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Perusahaan Fashion Irlandia Gugat Merk “Primark” Milik Warga Gambir
Nasional
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Letak Pulau Gag di Raja Ampat yang Disorot karena Tambang Nikel
Nasional
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Pemerintah Tinjau Kembali Persetujuan Lingkungan 4 Tambang di Raja Ampat
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau