Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Menilai Aturan Bebas Gage Mobil Listrik Perlu Dikaji Ulang

Kompas.com - 29/10/2025, 15:01 WIB
Gilang Satria,
Aditya Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kebijakan bebas ganjil-genap (gage) untuk mobil listrik mulai menimbulkan perdebatan.

Sebab, dengan semakin banyaknya kendaraan listrik (EV) yang beredar di jalan, tujuan utama gage untuk membatasi volume kendaraan dikhawatirkan tak lagi efektif.

Baca juga: Curhat Pemilik Wuling Cortez EX 2022: Nyaman, tapi Boros dan CVT Lemot

Fenomena ini menjadi perhatian sejumlah pengamat transportasi, termasuk Founder & Training Director Jakarta Defensive Driving and Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu, yang menilai pemerintah meninjau perlu ulang kebijakan tersebut.

Kondisi MG ZS EV setelah menabrak hotelKompas.com/Erwin Setiawan Kondisi MG ZS EV setelah menabrak hotel

“Jawabannya bisa dilihat secara logika. Masalah kemacetan itu tetap terjadi, bahkan tanpa adanya mobil listrik sekalipun. Faktanya, sebelum kendaraan listrik muncul, problem kemacetan sudah menjadi dilema yang belum terselesaikan dengan solusi yang ada," ujar Jusri kepada Kompas.com, Rabu (29/10/2025).

Menurutnya, ke depan kehadiran mobil listrik justru bisa saja memperparah situasi bila tidak diimbangi dengan regulasi yang seimbang.

“Sekarang, dengan bertambahnya komponen kendaraan yang bergerak di jalan, masalah yang sudah ada menjadi semakin parah. Apalagi dengan adanya kebijakan fiskal dan insentif lain yang justru mendorong pertumbuhan kendaraan,” katanya.

Baca juga: Pedagang Mobil Bekas Menghindari Jual Mobil Merek China

“Akibatnya, jumlah kendaraan terus bertambah, sementara rasio pertambahan jalan terhadap kendaraan sejak sebelum era EV saja sudah bermasalah. Rasio pertumbuhan pembangunan jalan tidak sampai satu persen per tahun,” katanya.

Pengendara kendaraan bermotor melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman saat hari pertama pemberlakuan kembali kebijakan ganjil-genap kendaraan di Jakarta, Senin (3/8/2020). Pemprov DKI Jakarta kembali memberlakukan kebijakan ganjil-genap bagi kendaraan roda empat pribadi di 25 ruas jalan di Jakarta untuk membatasi mobilitas warga dan menghindari adanya penumpukan kendaraan di jalan raya pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi.ANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARS Pengendara kendaraan bermotor melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman saat hari pertama pemberlakuan kembali kebijakan ganjil-genap kendaraan di Jakarta, Senin (3/8/2020). Pemprov DKI Jakarta kembali memberlakukan kebijakan ganjil-genap bagi kendaraan roda empat pribadi di 25 ruas jalan di Jakarta untuk membatasi mobilitas warga dan menghindari adanya penumpukan kendaraan di jalan raya pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi.

“Apakah perlu dikaji lagi? Ya, tentu perlu," ujar Jusri.

Menurut Jusri, transisi ke kendaraan listrik memang penting untuk menekan emisi, namun harus diikuti dengan perencanaan transportasi yang komprehensif.

“Dikhawatirkan, jika transisi ke kendaraan listrik dilakukan terlalu cepat tanpa perencanaan matang, justru akan terjadi akselerasi volume kendaraan yang berujung pada kemacetan baru,” tambahnya.

Baca juga: Secure Parking Klaim Mengelola 1.500 Lokasi Parkir di Indonesia

Lebih jauh, Jusri mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus mempercepat adopsi kendaraan listrik tanpa melihat konteks kemacetan perkotaan.

Dari total 1.077 sesi di GIIAS 2025, BinguoEV menjadi model yang paling banyak dicoba (63 persen), diikuti Cloud EV (17 persen), Air ev (15 persen), Alvez (3 persen), dan Almaz (2 persen).Dok. Wuling Motors Dari total 1.077 sesi di GIIAS 2025, BinguoEV menjadi model yang paling banyak dicoba (63 persen), diikuti Cloud EV (17 persen), Air ev (15 persen), Alvez (3 persen), dan Almaz (2 persen).

“Jangan hanya fokus mempercepat orang berpindah ke kendaraan listrik. Waktunya pemerintah meninjau ulang kebijakan ganjil-genap dan menghentikan hak khusus untuk kendaraan listrik,”  katanya.

Ganjil-genap dan Mobil Listrik

Kebijakan ganjil-genap (gage) pertama kali diterapkan di Jakarta pada 2016 sebagai langkah menggantikan sistem three-in-one yang dinilai tidak efektif.

Tujuannya sederhana yaitu membatasi jumlah kendaraan pribadi di ruas jalan utama agar lalu lintas lebih lancar.

Baca juga: Ulasan iCar V23: SUV Listrik Kotak Menyasar Konsumen Muda

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau