BANYUWANGI, KOMPAS.com - Siska Yuliana adalah seorang guru honorer sebuah madrasah swasta yang mengabdikan hidupnya untuk peningkatan literasi anak-anak di desanya, di Desa Bunder, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, Jawa Timur.
Wanita 29 tahun itu mempelopori Rumah Baca Antogan pada tahun 2016 yang berganti menjadi Rumah Ceria Naomi pada 2019.
Rumah baca yang difokuskan untuk menjadi tempat jujugan anak-anak desa memperluas pengetahuan mereka.
"Berawal dari les-lesan yang saya dirikan. Sejak SMA, saya suka anak kecil dan mereka sering ke rumah. Lalu dilanjutkan dengan pendirian rumah baca untuk anak-anak," kata Siska.
Baca juga: Perjuangan Pustakawan, Rela Jauh dari Keluarga Demi Tingkatkan Literasi Anak di Bangkalan
Di rumah baca Antogan, rumah baca yang terinspirasi dari ikon wisata desa, Siska pelan-pelan membangun ruang bagi anak-anak untuk bertumbuh dengan berbagai buku bacaan.
Tujuan utamanya, menjaring anak-anak dari keluarga broken home yang terinspirasi dari kisah hidupnya sendiri. Dan meluas ke anak-anak desa yang lainnya.
"Kami bermain, les hingga membangun bakat. Rumah mungil ini kadang menjadi pentas bakat menari hingga wayang," tuturnya.
Baca juga: Cerita Heroik Pustakawan Pamekasan di Tengah Wabah Covid-19: Ibarat Dokter Layani Pasien
Dia merasakan keprihatinan terhadap anak-anak yang dalam kesehariannya hanya dijejali ponsel, dan berharap buku dapat lebih membantu anak-anak untuk berkembang.
Selain itu, stigma anak broken home sebagai anak nakal pun ingin ditepisnya.
Dengan memfasilitasi anak-anak untuk bertumbuh yang kemudian justru menjadi tempat para orangtua menitipkan kepercayaan bagaimana perkembangan anak-anaknya.
"Saya sampai mikir, apa saya tempatnya penitipan anak," kelakar lulusan S1 Bahasa Indonesia Universitas Jember tersebut.
Baca juga: Pustakawan Perpusda Sidoarjo Dorong Pengelolaan Perpustakaan di Sekolah dan Desa
Kepercayaan dari para orang tua itu yang kemudian membuatnya teguh ketika berada di titik rendah, bahkan ketika ia pernah berniat mengakhiri program rumah baca yang ia dirikan.
Sebab, perjuangan Siska tidaklah mudah.
Setiap harinya, ia mengajar di sekolah dari pagi hingga siang, sore mengajar sebagai guru ngaji, dan malamnya ia menjalankan program rumah baca sembari menghabiskan waktu bersama keluarga.
Namun ia menjalani itu semua dengan ikhlas, bahkan rela menyisihkan rejeki lebih yang diperoleh keluarganya untuk keberlangsungan rumah baca tersebut.