Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Kenapa Indonesia Tidak Menganut Dwi Kewarganegaraan

Kompas.com - 09/05/2024, 19:23 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Perbincangan mengenai kewarganegaraan ganda kembali muncul setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan sempat menyinggungnya dalam sebuah pernyataan.

"Kami juga mengundang diaspora Indonesia, dan kami juga segera memberikan mereka [diaspora Indonesia] kewarganegaraan ganda," ujarnya Selasa (30/4/2024) pekan lalu di sebuah acara Microsoft.

Menurut Luhut, kewarganegaraan ganda akan ditawarkan agar diaspora Indonesia mau pulang dan membantu perekonomian di Tanah Airnya, karena akan "membawa orang-orang Indonesia yang sangat terampil kembali ke Indonesia."

Baca juga: Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Wacana dwi kewarganegaraan sebenarnya sudah lama dibahas dan hingga kini belum ada langkah nyata untuk mewujudkannya.

Setidaknya sudah lebih dari 15 tahun warga diaspora Indonesia di seluruh dunia mencoba untuk memperjuangkannya, ujar Hendra Wijaya, Presiden Indonesian Diaspora Network (IDN) Australia.

"Prosesnya saya rasa sudah cukup panjang, cukup lama, karena ini menyangkut Undang-Undang negara," kata Hendra ketika dihubungi ABC Indonesia.

"Waktu itu kita sudah melalui banyak cara, dengan banyak melakukan pendekatan dengan wakil rakyat supaya Undang-undang (kewarganegaraan) diubah."

Bila menjadi UU, batasan hak terhadap WNA yang nantinya berkewarganegaraan ganda harus jelas.REUTERS/ANTARA via ABC INDONESIA Bila menjadi UU, batasan hak terhadap WNA yang nantinya berkewarganegaraan ganda harus jelas.
Masalah kewarganegaraan Indonesia diatur dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2006 yang hanya mengenal asas kewarganegaraan tunggal.

Indonesia cukup "hati-hati"

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Nur Widyastanti, akrab disapa Tanti, mengatakan bahwa memiliki dwi kewarganegaraan sebenarnya mungkin, namun perjalanannya masih panjang.

"Karena Indonesia itu menurut saya cukup hati-hati," katanya.

Tanti menjelaskan, Indonesia secara politik "bukan negara yang cukup kuat", terutama dalam hal bernegosiasi, tidak seperti negara lain yang memperbolehkan warganya punya lebih dari satu kewarganegaraan, seperti Amerika Serikat atau Jerman.

"Misalnya kalau orang punya kewarganegaraan ganda, berarti dia ini tunduk pada dua hukum negara, berarti dia juga harus bayar pajak pada dua negara," katanya.

"Kalau misalnya... harus membela dua negara kan enggak mungkin ya?" katanya.

Permintaan dwi kewarganegaraan dinilai terbanyak datang dari kelompok perkawinan campur.ABC NEWS/NATASYA SALIM via ABC INDONESIA Permintaan dwi kewarganegaraan dinilai terbanyak datang dari kelompok perkawinan campur.
Menurut Tanti, mewujudkan dwi kewarganegaraan membutuhkan waktu yang lama, karena untuk memperpanjang batas umur memilih kewarganegaraan hingga umur 30 tahun saja harus melalui proses advokasi selama bertahun-tahun yang dilakukan warga dengan anak hasil perkawinan campur.

Baca juga: New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

Apa keuntungan untuk Indonesia?

Dengan terbatasnya lahan pekerjaan untuk warga Indonesia dengan keterampilan tertentu, Tanti berpandangan, usulan dwi kewarganegaraan bisa membawa dampak positif.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau