Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Mau Kerja Mati-matian, Gen Z Jepang Pilih "Quiet Quitting"

Kompas.com - 27/05/2025, 21:02 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Penulis: Julian Ryall/DW Indonesia

TOKYO, KOMPAS.com - Di Jepang, negara yang identik dengan budaya kerja keras dan loyalitas terhadap perusahaan, semakin banyak karyawan yang melakukan quiet quitting.

Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat (AS) pada  2022 untuk menggambarkan para karyawan yang hanya bekerja secukupnya, atau melakukan pekerjaannya seminimal mungkin. Namun di Jepang, istilah quiet quitting ini memiliki makna yang sedikit berbeda, dan cukup mengagetkan para karyawan yang telah terbiasa bekerja keras di negara tersebut.

Kini, semakin banyak orang Jepang yang memilih untuk masuk kerja tepat waktu dan pulang sesegera mungkin.

Mereka tidak mencari pujian atau pun promosi dari atasan mereka. Mereka juga tidak tertarik dengan prospek gaji tinggi yang memberikan lebih banyak pekerjaan. Bahkan, bonus terkait kinerja pun tidak terlalu mereka pedulikan.

Menurut sebuah penelitian terhadap 3.000 pekerja berusia 20 hingga 59 tahun yang dilakukan oleh Mynavi Career Research Lab, sebuah lembaga penelitian ketenagakerjaan yang berbasis di Tokyo, sekitar 45 persen mengatakan bahwa mereka hanya melakukan pekerjaan sebatas yang diwajibkan saja. Yang paling banyak mengaku melakukan quiet quitting adalah mereka yang masih berusia 20-an.

Baca juga: Habis Quiet Quitting Terbitlah “Great Resignation!

Keinginan untuk lebih banyak me time

Ada banyak alasan mengapa para karyawan di Jepang tidak lagi memberikan segalanya untuk perusahaan mereka.

Bagi Issei yang berusia 26 tahun, jawabannya sederhana: Ia ingin memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal yang disukainya.

“Saya tidak membenci pekerjaan saya, dan saya tahu bahwa saya harus bekerja untuk membayar tempat tinggal dan berbagai tagihan, tapi saya lebih suka bertemu dengan teman-teman saya, bepergian, atau mendengarkan musik,” ujar Issei, yang meminta agar nama keluarganya tidak disebutkan.

“Saya tahu bahwa kakek saya, dan bahkan generasi orang tua saya berpikir bahwa mereka tidak punya pilihan selain bekerja keras dan menghasilkan lebih banyak uang, tapi saya tidak mengerti logika berpikir macam itu,” tambahnya.

“Menurut saya, lebih baik menyeimbangkan antara pekerjaan dan hal-hal yang ingin saya lakukan di luar kantor. Saya yakin, sebagian besar teman saya juga merasakan hal yang sama.”

Baca juga: Ada Tren Quiet Quitting di Kalangan Pekerja Inggris, Apa Itu?

Studi Mynavi menyimpulkan bahwa memiliki lebih banyak waktu untuk diri sendiri adalah motivasi utama sebagian besar orang melakukan quiet quitting.

Sebagian mengaku jumlah pekerjaan yang mereka lakukan sudah sepadan dengan bayaran yang diterima. Mereka juga mengaku puas dengan kontribusi yang mereka berikan dan tetap merasa ada pencapaian dari pekerjaan mereka.

Sebagian lainnya mengaku bekerja secukupnya demi bertahan hidup, karena mereka merasa kontribusi terhadap perusahaan tidak dihargai. Tak hanya itu, mereka juga tidak tertarik untuk naik jabatan atau naik level di karier mereka.

“Banyak anak muda yang melihat orang tua mereka mengorbankan hidup untuk perusahaan, bekerja lembur berjam-jam dan mengorbankan kehidupan pribadi mereka,” ujar Sumie Kawakami, seorang dosen ilmu sosial di Universitas Yamanashi Gakuin dan seorang konsultan karier profesional. “Mereka kini tahu bahwa itu bukanlah hal yang mereka inginkan.”

Halaman:

Terkini Lainnya
Ada Apa di Los Angeles? Penggerebekan Imigran Berujung Ricuh
Ada Apa di Los Angeles? Penggerebekan Imigran Berujung Ricuh
Global
Gempa di Kolombia M 6,3 Bikin Warga Bogota Berhamburan ke Jalan
Gempa di Kolombia M 6,3 Bikin Warga Bogota Berhamburan ke Jalan
Global
Iran Klaim Dapatkan Ribuan Dokumen Intelijen Israel soal Nuklir dan Pertahanan
Iran Klaim Dapatkan Ribuan Dokumen Intelijen Israel soal Nuklir dan Pertahanan
Global
Ketegangan di Los Angeles, Trump Kerahkan 2.000 Garda Nasional
Ketegangan di Los Angeles, Trump Kerahkan 2.000 Garda Nasional
Global
Nenek Usia 88 di AS Akhirnya Raih Ijazah Universitas yang Tertunda Selama 60 Tahun
Nenek Usia 88 di AS Akhirnya Raih Ijazah Universitas yang Tertunda Selama 60 Tahun
Global
Rusia Bakal Serang Wilayah Industri di Ukraina untuk Pertama Kalinya
Rusia Bakal Serang Wilayah Industri di Ukraina untuk Pertama Kalinya
Global
Kronologi Penembakan Miguel Uribe, dari Aksi Kampanye hingga Penangkapan Pelaku
Kronologi Penembakan Miguel Uribe, dari Aksi Kampanye hingga Penangkapan Pelaku
Global
Kolombia Buru Dalang Penembakan Miguel Uribe, Ada Hadiah Rp 11,8 Miliar
Kolombia Buru Dalang Penembakan Miguel Uribe, Ada Hadiah Rp 11,8 Miliar
Global
Ibu Miguel Uribe Pernah Jadi Korban Kartel Narkoba Kolombia
Ibu Miguel Uribe Pernah Jadi Korban Kartel Narkoba Kolombia
Global
Kapal yang Bawa Greta Thunberg ke Gaza Hampir Tiba, Israel Siap Mencegat
Kapal yang Bawa Greta Thunberg ke Gaza Hampir Tiba, Israel Siap Mencegat
Global
Capres Kolombia Ditembak Saat Kampanye Kini Kritis, Pelaku Diduga di Bawah Umur
Capres Kolombia Ditembak Saat Kampanye Kini Kritis, Pelaku Diduga di Bawah Umur
Global
Rela Digigit Ular 200 Kali untuk Perkuat Antibodi, Pria Ini Jadi 'Pahlawan'
Rela Digigit Ular 200 Kali untuk Perkuat Antibodi, Pria Ini Jadi "Pahlawan"
Global
Anaknya Pamer Hidup Mewah, PM Mongolia Mundur dari Jabatan
Anaknya Pamer Hidup Mewah, PM Mongolia Mundur dari Jabatan
Global
Minim Penduduk, Kota di Jerman Tawarkan Penginapan Gratis untuk Gaet warga Baru
Minim Penduduk, Kota di Jerman Tawarkan Penginapan Gratis untuk Gaet warga Baru
Global
Elon Musk Setuju Trump Dimakzulkan, Usulkan JD Vance Jadi Pengganti
Elon Musk Setuju Trump Dimakzulkan, Usulkan JD Vance Jadi Pengganti
Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau