KOMPAS.com - Siang itu, suasana rumah sederhana di Komplek Taman Gading, Jember, terasa berbeda.
Lebih ramai dari biasanya, rumah tersebut menjadi tempat berkumpul para tamu yang ingin melihat langsung kondisi Septia Kurnia Rini (38), seorang perempuan yang kini hanya bisa terbaring lemah di atas ranjang.
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, beserta rombongan hadir untuk menjenguknya pada Jumat (20/12/2024),
Septia adalah salah satu dari jutaan pekerja migran Indonesia (PMI) yang mengadu nasib di luar negeri. Namun, berbeda dari mereka yang sukses meraih kehidupan lebih baik, nasib Septia berakhir tragis.
Kini, ia menderita kelumpuhan, dengan tangan dan kaki yang menghitam serta sulit digerakkan. Penyebab pasti dari kondisi ini masih menjadi misteri, meskipun dugaan malapraktik saat operasi di Singapura terus menghantuinya.
Baca juga: Derita Septia, PRT di Singapura yang Pulang ke Jember dengan Kaki Lumpuh
Septia memulai perjalanan sebagai pekerja migran pada tahun 2021. Ia meninggalkan tanah kelahirannya di Jember demi menghidupi kedua anaknya yang masih kecil.
Dalam keterbatasan ekonomi, bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Singapura dianggapnya sebagai jalan keluar.
“Awalnya saya dikontrak dua tahun. Setelah itu, saya memperpanjang kontrak untuk tahun ketiga,” kisah Septia saat ditemui di rumahnya.
Namun, hidupnya mulai berubah ketika ia merasakan ada bisul di bagian paha. Berbeda dari bisul biasa, bisul ini berwarna merah tanpa mata dan terasa sangat nyeri.
Setelah empat hari menahan rasa sakit, Septia akhirnya mengadu kepada majikannya dan meminta obat pereda nyeri.
Sayangnya, bisul tersebut tak kunjung sembuh. Majikannya kemudian menyarankan Septia untuk memeriksakan diri ke rumah sakit di Singapura.
Baca juga: Septia, PRT di Singapura yang Kini Lumpuh, Didatangi Menteri P2MI di Jember
Setelah menjalani pemeriksaan, Septia harus menjalani operasi untuk mengatasi bisul tersebut. Namun, apa yang terjadi setelah operasi sungguh mengejutkan. Septia mengalami koma selama sembilan hari.
Ketika akhirnya ia sadar, tangan dan kakinya berubah menjadi hitam pekat, kaku, dan terikat dengan kain.
"Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba saja kondisi saya seperti ini,” ujar Septia dengan nada lirih.
Selama dirawat di rumah sakit, Septia merasa sangat kesepian. Tidak ada seorang pun dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang datang untuk menjenguk atau memberikan pendampingan.