Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Suprianto Haseng
Karyawan Swasta

Penyuluh Antikorupsi Sertifikasi | edukasi dan advokasi antikorupsi. Berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya integritas dan transparansi di berbagai sektor

Zakat untuk Makanan Bergizi Gratis, Usul Cerdas atau Melanggar?

Kompas.com - 16/01/2025, 12:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Saya melihat ada DNA dari negara kita, dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong-royong. Nah kenapa enggak ini justru kita manfaatkan juga."

PERNYATAAN ini datangnya dari Ketua DPD RI, Sultan B Najamudin, yang mengusulkan untuk memaksimalkan penggunaan dana zakat dalam membantu program Makanan Bergizi Gratis (MGB) bagi siswa. Usul itu memicu diskusi hangat di masyarakat.

Dengan semangat gotong royong yang menjadi ciri khas Indonesia, usulan ini seolah mencerminkan kepedulian terhadap generasi penerus bangsa.

Baca juga: Zakat Diusulkan jadi Sumber Pembiayaan Program Makan Bergizi Gratis

Namun, di balik niat baik tersebut, terdapat dilema penting yang perlu kita pertimbangkan. Apakah penggunaan dana zakat untuk tujuan ini sejalan dengan prinsip syariah?

Zakat adalah salah satu rukun Islam yang memiliki makna mendalam dalam kehidupan umat Muslim.

Selain sebagai kewajiban, zakat juga merupakan manifestasi kepedulian sosial dan solidaritas. Oleh karena itu, penting untuk memahami prinsip-prinsip yang mengatur alokasi dana zakat agar tidak menyimpang dari tujuannya.

Penyaluran dana Zakat harus hati-hati agar tidak menyimpang dari ajaran agama Islam. Zakat harus disalurkan kepada delapan golongan mustahiq yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an, yakni di antaranya ada fakir, miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang yang terjebak utang, mereka yang berjuang di jalan Allah, dan ibn sabil.

Setiap kategori mustahiq ini memiliki kebutuhan yang unik, dan zakat seharusnya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan mendasar mereka yang paling membutuhkan. Dengan kata lain, sasaran dana zakat diarahkan dengan tepat.

Mustahiq adalah orang yang berhak menerima bantuan dari dana zakat. Jika dana zakat dialihkan untuk Program Makanan Bergizi Gratis, hal ini dapat mencederai prinsip-prinsip zakat yang telah ditetapkan. Sebagai umat Islam hal ini tidak tentu tidak dibenarkan.

Dalam konteks program MGB, kita perlu mengevaluasi apakah siswa yang menerima bantuan berasal dari keluarga yang tergolong miskin dan beragama Islam.

Jika iya, maka penggunaan zakat untuk program ini mungkin dapat dipertimbangkan. Namun, jika tidak, maka hal ini bisa menimbulkan masalah serius dan mencoreng prinsip zakat yang menuntut keadilan dan transparansi.

Dalam pandangan pribadi penulis, yang sering terlibat dalam kegiatan sosial dan terjun langsung bersama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), penggunaan dana zakat untuk mendukung program MBG adalah tindakan yang tidak tepat dan memalukan.

Baca juga: Istana Anggap Usulan Makan Bergizi Gratis Dibiayai Zakat Memalukan

Jika dana zakat benar-benar dialokasikan untuk program tersebut, hal ini akan menjadi pelanggaran yang jelas terhadap ketentuan zakat itu sendiri.

Zakat seharusnya disalurkan kepada mustahiq yang sesuai dengan syariah, dan menggunakan dana tersebut untuk program yang tidak sepenuhnya memenuhi kriteria mustahiq akan merusak esensi dari zakat sebagai instrumen sosial.

Dampak penyaluran zakat yang tidak tepat

Penyaluran zakat yang tidak tepat dapat memiliki dampak signifikan, terutama bagi mereka yang seharusnya menjadi penerima manfaat.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau