KOMPAS.com - Peristiwa 30 September 1965 atau yang lebih dikenal sebagai G30S menjadi salah satu tragedi besar dalam sejarah Indonesia.
Dalam satu malam, sepuluh tokoh militer dan kepolisian gugur akibat penculikan dan pembunuhan yang dilakukan pasukan yang terhubung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan unsur Resimen Tjakrabirawa.
Baca juga: Sejarah G30S, Ini Daftar 7 Pahlawan Revolusi yang Dibuang di Lubang Buaya
Para korban peristiwa itu kemudian dikenal sebagai Pahlawan Revolusi. Gelar tersebut diberikan sebagai penghormatan atas jasa dan pengorbanan mereka dalam mempertahankan negara.
Jenazah sebagian besar korban ditemukan di sebuah sumur tua di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, sebelum akhirnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Untuk memahami tragedi ini, lantas bagaimana latar belakang masing-masing tokoh, perjalanan karier militer mereka, serta alasan mereka menjadi target dalam peristiwa G30S?
Dikutip dari Kompas.com (28/9/2024), rencana penculikan berawal dari isu keberadaan Dewan Jenderal, yang disebut-sebut sedang menyiapkan kudeta terhadap Presiden Soekarno.
Isu ini dimanfaatkan oleh kelompok yang dipimpin Letkol Untung Samsoeri, Kolonel Abdul Latief, Mayor Sujono, dan Sjam Kamaruzaman dari Biro Chusus PKI.
Mereka membentuk operasi militer yang dibagi dalam tiga satuan tugas:
Rencana awalnya adalah membawa para jenderal ke hadapan Presiden Soekarno.
Namun, eksekusi yang terburu-buru membuat operasi berubah menjadi aksi berdarah yang menewaskan sepuluh perwira.
Baca juga: Mengenal 10 Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S
Dilansir dari Kompas.com, (30/9/20225), berikut profil singkat para pahlawan revolusi:
Ahmad Yani lahir di Purworejo pada 19 Juni 1922. Ia menempuh pendidikan Heiho di Magelang dan PETA di Bogor sebelum aktif dalam militer Indonesia.
Yani terlibat dalam berbagai operasi penting, mulai dari pemberantasan PKI Madiun 1948 hingga penumpasan pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah.
Pada 1958, ia memimpin operasi militer menumpas PRRI di Sumatra Barat, dan pada 1962 dipercaya menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Posisinya yang sangat strategis membuatnya menjadi sasaran utama dalam peristiwa G30S. Ia gugur di rumahnya setelah disergap pasukan pada dini hari 1 Oktober 1965.