BANDUNG, KOMPAS.com - Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mengungkapkan bahwa tingkat kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia, termasuk di Kota Bandung, masih tergolong tinggi.
"Tingkat DBD kita masih lumayan tinggi, fatalitasnya pun masih tinggi. Korban wafat di Indonesia ini 0 sampai 14 tahun," kata Farhan saat peluncuran Program Gerakan Bebas Nyamuk, Keluarga Sehat, Bebas DBD bersama Enesis Grup di Kiara Artha Park, Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/7/2025).
Dalam upaya menekan angka kasus DBD, Farhan mengimbau masyarakat untuk melaksanakan kegiatan 3M Plus, yang mencakup menutup, menguras, dan memanfaatkan kembali.
Baca juga: Satwa Mati di Bandung Zoo, Wali Kota Farhan Soroti Kisruh Pengelolaan
"Plusnya itu mengoles (anti nyamuk). Ini bagian dari sosialisasi yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah sendirian, tetapi juga bersama swasta. Ini bagian dari upaya kita untuk meningkatkan penyehatan lingkungan di Kota Bandung," jelasnya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Anhar Hadian, menambahkan bahwa pada tahun 2024, jumlah kasus DBD di Kota Bandung mencapai 7.680.
"Untuk tahun 2025, dari Januari hingga Juni, jumlahnya mencapai 1.653 kasus, baru sepertiganya. Memang yang harus diwaspadai tahun ini adalah cuaca seperti kemarau basah yang sangat berpotensi meningkatkan kasus DBD," ujar Anhar.
Anhar juga memastikan bahwa angka kematian akibat DBD di Kota Bandung sejak tahun 2024 mencapai 0,1 persen dari total kasus.
Ia menjelaskan bahwa angka tersebut masih di bawah batas maksimal 1 persen kematian yang ditetapkan pemerintah pusat dalam kasus DBD.
"Relatif terkendali, artinya masih di bawah target nasional. Itu membuktikan pelayanan kesehatan kita sebenarnya cukup bagus," akunya.
Anhar menekankan bahwa strategi terbaik dalam penanggulangan DBD secara nasional adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan menerapkan 3M Plus.
Baca juga: Akui Kota Bandung Belum Ramah Anak Disabilitas, Farhan: Fasilitas dan Prasarana Masih Sangat Kurang
Ia juga menyarankan agar setiap rumah menyiapkan satu Juru Pemantau Jentik (Jumantik) untuk memastikan program pemberantasan sarang nyamuk tetap berjalan.
"Jadi, kalau bisa di tiap rumah ada satu anggota keluarga yang tugasnya seminggu sekali memantau jentik di rumahnya. Kan tidak terlalu susah, keliling rumah itu berapa menit sih paling. Tapi kalau disiplin melaksanakan itu, insya Allah tidak ditemukan nyamuk, tidak ditemukan jentik, nyamuk selesai sebetulnya," bebernya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini