CIREBON, KOMPAS.com - Sejumlah organisasi, komunitas, dan kelompok pekerja ojek online (ojol) dari berbagai platform menggelar deklarasi damai di Alun-Alun Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat, pada Rabu (3/9/2025) siang.
Aksi ini bertujuan untuk menjaga keamanan Kota Cirebon dari gangguan perusuh yang berusaha merusak ketentraman masyarakat.
Dalam aksi tersebut, para ojol memberikan bunga mawar kepada petugas keamanan sebagai simbol dukungan terhadap Polri, TNI, dan Pemerintah Daerah Kota Cirebon dalam menjaga keamanan dan ketertiban umum.
Baca juga: Saling Jaga Bersama, Kapolresta Cirebon Minta Warga Segera Lapor Gerak-gerik Mencurigakan
Tryas Muhamad Purnawarman, salah satu koordinator aksi, menjelaskan pentingnya deklarasi damai ini.
Ia menekankan, seluruh pihak, termasuk pekerja ojek online, harus berperan aktif dalam menciptakan iklim yang aman.
"Iklim daerah yang aman sangat mutlak dibutuhkan oleh seluruh pekerja, terutama ojol yang menjadi moda transportasi masyarakat umum," ujarnya.
Baca juga: Polisi Selidiki Tewasnya Driver Ojol Usai Dikeroyok Massa karena Dikira Intel di Makassar
Tryas juga menyoroti dampak dari unjuk rasa yang berujung pada perusakan kantor DPRD Kota Cirebon, Sabtu (30/9/2025).
Ia mengungkapkan, ojol mengalami penurunan pendapatan yang signifikan.
"Pendapatan kami turun drastis pasca-perusakan DPRD kemarin. Warga takut beraktivitas di luar, sebagian WFH, orangtua melarang anak sekolah menggunakan ojol, otomatis order turun," jelasnya.
Pada hari Senin (1/9/2025), Tryas dan beberapa temannya hanya mendapatkan 2 hingga 3 order dari pukul 05.00 WIB hingga 15.00 WIB, sementara biasanya mereka bisa mendapatkan minimal 10 hingga 15 pesanan pada waktu yang sama.
Menanggapi aksi unjuk rasa pada Sabtu (30/8/2025), Tryas menegaskan, ojek online di Kota Cirebon tidak ikut serta.
Ia meminta agar ojol di Cirebon tidak terlibat dalam unjuk rasa yang berujung pada kerusuhan.
Selain dampak ekonomi, perusakan fasilitas umum juga merugikan masyarakat luas.
Tryas mengingatkan bahwa gedung DPRD yang rusak dibangun menggunakan uang rakyat.
"Setelah inventarisasi, pemerintah akan merehabilitasi kembali gedung yang rusak. Perbaikan ini juga akan menggunakan uang rakyat, yang berpotensi menjadi celah bagi oknum tertentu untuk melakukan tindakan korupsi," tambahnya.