Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karla Wulaniyati
Penulis di Kompasiana

Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Kembalinya Penjurusan di SMA, Inikah yang Dicari?

Kompas.com - 24/04/2025, 12:31 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Jika diingat, 3 dekade lalu penjurusan SMA dibagi menjadi 4, yakni Fisika, Biologi, IPS, dan Bahasa. Lalu, beberapa tahun lalu sempat diadakan, kini ada wacana untuk menghadirkannya lagi.

Sebenarnya ini bukan sekadar penjurusan IPA dan IPS, tetapi tentang ingin menjadi apa ke depannya.

Penjurusan SMA Bukan Soal IPA atau IPS, tapi tentang Siapa Mereka Ingin Menjadi

Ketika pemerintah memutuskan untuk kembali menerapkan penjurusan di SMA, publik pun terbelah. Sebagian menyambut karena merasa anak-anak butuh arah sejak dini. Sebagian lagi khawatir karena pilihan yang terlalu cepat bisa mematahkan potensi yang belum sempat tumbuh.

Jika kembali ada penjurusan siswa SMA di Indonesia dihadapkan pada keputusan besar: memilih jurusan IPA, IPS, atau terkadang Bahasa. 

Seolah-olah di usia 15 atau 16 tahun, mereka diminta untuk menentukan arah hidupnya. Sebagian besar merasa tertekan, bingung, bahkan merasa salah langkah. Tapi sebenarnya, penjurusan bukan hanya soal IPA atau IPS. Ia adalah soal identitas: siapa mereka ingin menjadi.

Sebagai mantan pendidik yang telah melihat ratusan siswa tumbuh, bergumul, dan berkembang, saya percaya bahwa pendidikan bukan tentang memaksa siswa mengikuti jalur tertentu, tapi memberi mereka ruang untuk menjadi manusia utuh.

Saya berada di tengah-tengah. Tidak menolak penjurusan, tapi juga tak ingin sistem tergesa menjadikannya satu-satunya jalan. Karena sejatinya, penjurusan bukan tentang "memasukkan anak ke dalam kotak", melainkan menemani mereka memahami keunikan isi kepala dan isi hati mereka sendiri. 

Bukan Cuma Angka dan Rumus

Banyak orangtua dan sekolah masih terjebak dalam paradigma lama: IPA lebih bergengsi, lebih menjanjikan masa depan. Begitupun saat saya SMA paradigma satu jurusan lebih bergengsi dari jurusan yang lain juga berlaku.

Seorang siswa yang nilai matematikanya bagus, secara otomatis diarahkan ke jurusan IPA. Tak jarang, keputusan ini tidak mempertimbangkan keinginan siswa itu sendiri. Mereka yang lebih suka berdiskusi, menggali makna sosial, atau menulis cerita, dipaksa mencintai fisika dan kimia yang tak mereka mengerti.

"Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will live its whole life believing it is stupid." - Albert Einstein.

Anak-anak kita bukan robot yang diciptakan dengan template seragam. Mereka unik. Mereka datang dengan potensi, bakat, dan panggilan hidup yang berbeda-beda. 

Tugas pendidikan adalah mengenali dan merawat potensi itu, bukan menyamakannya demi kenyamanan sistem. 

Siapa Mereka Ingin Menjadi?

Halaman:

Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Kata Netizen
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Kata Netizen
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Kata Netizen
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Kata Netizen
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Kata Netizen
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Kata Netizen
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Kata Netizen
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Kata Netizen
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Kata Netizen
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Kata Netizen
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Kata Netizen
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Kata Netizen
Sedia Dana Pensiun Sebelum Waktunya Tiba
Sedia Dana Pensiun Sebelum Waktunya Tiba
Kata Netizen
Tren Berolahraga, Ikut Tanpa Perlu dengan Ekstrem
Tren Berolahraga, Ikut Tanpa Perlu dengan Ekstrem
Kata Netizen
Aslinya Baik, Sedangkan di Media Sosial Kok Berbuat Jahat?
Aslinya Baik, Sedangkan di Media Sosial Kok Berbuat Jahat?
Kata Netizen
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau