Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com
Pada momen seperti apa kira kita menyadari bahwa uang-uang receh yang kerap kita keluarkan untuk menuruti "kelaparan mata" terpenuhi?
Coba kita runut saja: setiap pagi, jalan ke kantor rasanya kurang lengkap tanpa mampir beli kopi susu Rp20.000 di kedai favorit. Rasanya kecil, cuma dua lembar uang receh.
Tetapi coba hitung: kalau dikali 5 hari kerja dan 4 minggu, itu sudah Rp400.000 per-bulan. Setahun? Rp4,8 juta. Dalam 10 tahun, tanpa terasa, kamu bisa kehilangan hampir Rp50 juta-uang yang sebenarnya bisa jadi fondasi awal dana pensiunmu.
Pernahkah kamu menyesal karena terlalu cepat memuaskan keinginan sesaat? Entah itu belanja impulsif saat promo online, langganan yang sebenarnya nggak kamu pakai, atau makan di luar hanya karena malas masak. Kita semua pernah tergoda untuk memuaskan keinginan saat itu juga.
Di sinilah konsep delayed gratification punya peran besar. Kebiasaan kecil untuk menunda kesenangan sesaat bisa jadi kunci besar menuju masa depan yang tenang, termasuk dalam hal finansial.
Menunda bukan berarti menyiksa, tetapi justru bentuk sayang pada diri sendiri di masa depan, terutama ketika bicara soal dana pensiun.
Apa Itu Delayed Gratification?
Delayed gratification atau kemampuan menunda kepuasan adalah kebiasaan memilih kesenangan yang lebih besar di masa depan, daripada menikmati sesuatu yang instan sekarang. Singkatnya: sabar sekarang, bahagia kemudian.
Konsep ini pertama kali populer lewat sebuah eksperimen psikologi terkenal yang disebut "Marshmallow Test."
Anak-anak diminta memilih: makan satu marshmallow sekarang, atau menunggu beberapa menit dan mendapatkan dua marshmallow.
Hasilnya? Anak-anak yang mampu menunggu-yang bisa menahan keinginan sesaat-ternyata tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih sukses secara akademik, sosial, dan finansial.
Dalam kehidupan nyata, delayed gratification ini bisa diwujudkan lewat keputusan-keputusan kecil: memilih menabung daripada belanja, memasak di rumah daripada pesan makanan setiap hari, atau menunda beli gadget baru demi mencapai target investasi.
Terdengar sederhana? Iya. Tapi dampaknya bisa luar biasa-apalagi kalau diterapkan untuk tujuan jangka panjang seperti dana pensiun.
Mengapa Ini Penting untuk Dana Pensiun?
Banyak orang baru mulai memikirkan pensiun di usia 40-an. Padahal, semakin dini dana pensiun disiapkan, semakin ringan beban yang harus ditanggung.