Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aidhil Pratama
Penulis di Kompasiana

Blogger Kompasiana bernama Aidhil Pratama adalah seorang yang berprofesi sebagai Administrasi. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel

Kompas.com - 28/05/2025, 16:19 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.com

Ada yang masih belum dapat perhatian lebih dari pendidikan kita: para siswa difabel.

Pendidikan inklusif dan bagaimana sistem pendukung semestinya dapat mengubah ke arah yang lebih baik.

Setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, tanpa memandang kondisi fisik atau mental yang dimiliki.

Namun, sistem pendidikan di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif bagi siswa difabel. 

Salah satu peristiwa yang mengungkap kesulitan ini adalah relokasi mendadak siswa tunanetra SLB Negeri A Pajajaran ke SLB Cicendo, Bandung. 

Peristiwa ini menunjukkan dengan jelas bahwa pendidikan inklusif tak hanya memerlukan akses fisik ke ruang kelas, tapi juga sistem pendukung yang menyeluruh. 

Serta penghapusan hambatan lingkungan yang dapat menghalangi partisipasi penuh siswa difabel dalam kegiatan belajar. 

Relokasi SLB Pajajaran Ungkap Tantangan Nyata

Pada 19 Mei 2025, sejumlah siswa tunanetra dari SLB Negeri A Pajajaran dipindahkan sementara ke SLB Cicendo untuk memungkinkan renovasi gedung sekolah yang sudah tua. 

Relokasi ini menimbulkan tantangan, terutama bagi siswa yang harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru yang tidak dipersiapkan secara optimal untuk kebutuhan mereka. 

Dalam proses ini, siswa mengalami kesulitan orientasi di ruang baru, seperti yang dialami oleh Anisa Nurdiansyah dan Aja, dua siswa berusia 18 dan 19 tahun yang harus menghafal lokasi-lokasi di sekolah baru mereka, sebuah tugas yang sangat berat bagi individu dengan gangguan penglihatan (Kompas.id, 2025).

Perjuangan yang dialami siswa-siswa tersebut menggambarkan ketidaksiapan lingkungan dalam memberikan fasilitas yang ramah bagi difabel. 

Ini bukanlah masalah yang bersifat sepele, tapi sebuah masalah sistemik yang perlu diperhatikan lebih serius oleh pihak-pihak terkait dalam pendidikan. 

Relokasi mendadak yang tidak mempertimbangkan kebutuhan siswa difabel menunjukkan bahwa kita masih kekurangan pemahaman tentang pentingnya menciptakan ruang belajar yang inklusif, yang tidak hanya memberikan tempat, tapi juga menyediakan sistem dan pendukung yang memadai untuk siswa difabel. 

Perspektif Teori Model Sosial

Untuk lebih memahami mengapa siswa tunanetra SLB Pajajaran mengalami kesulitan beradaptasi, kita dapat merujuk pada Teori Model Sosial Disabilitas, yang dikemukakan oleh Mike Oliver

Teori ini menyatakan bahwa disabilitas bukan hanya keterbatasan fisik atau medis dari individu, tetapi lebih merupakan produk dari hambatan-hambatan yang diciptakan oleh lingkungan dan struktur sosial yang ada (P2K Stekom, 2025). 

Dalam hal ini, siswa-siswa tunanetra menghadapi hambatan lingkungan yang signifikan di SLB Cicendo, di mana mereka harus berusaha keras untuk beradaptasi dengan ruang yang tidak disiapkan untuk mendukung mereka.

Menurut Model Sosial Disabilitas, disabilitas muncul ketika struktur sosial dan lingkungan tidak mendukung kebutuhan individu yang memiliki keterbatasan fisik atau mental. 

Dalam kasus siswa SLB Pajajaran, relokasi yang tidak mempertimbangkan kebutuhan spesifik siswa tunanetra justru menciptakan disabilitas baru, berupa kesulitan orientasi dan penyesuaian dengan ruang yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. 

Jika lingkungan lebih dipersiapkan dengan fasilitas yang ramah difabel, maka hambatan-hambatan ini bisa diminimalisir atau bahkan dihilangkan sama sekali. 

Mendesaknya Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif

Pendidikan inklusif yang efektif memerlukan lebih dari sekadar menyediakan ruang kelas yang bisa diakses oleh semua siswa. 

Untuk memastikan bahwa semua siswa dapat belajar dengan optimal, pendidikan harus menciptakan sistem pendukung yang komprehensif dan lingkungan yang adaptif. 

Penelitian menunjukkan bahwa siswa tunanetra dapat mengalami kesulitan besar dalam belajar jika lingkungan fisik dan sosial tidak mendukung mereka (Scribd, 2025). 

Oleh karena itu, penting bagi setiap sekolah untuk mengimplementasikan sistem pendukung yang tidak hanya mencakup aksesibilitas fisik, tetapi juga dukungan emosional dan psikologis, serta pelatihan yang memadai bagi pendidik dalam menghadapi kebutuhan siswa difabel.

Sistem pendidikan inklusif harus mampu mengakomodasi kebutuhan berbagai kelompok siswa, termasuk mereka yang memiliki gangguan penglihatan. 

Fasilitas yang mendukung seperti panduan audio, teknologi bantu, dan pendampingan emosional sangat penting untuk memastikan bahwa siswa difabel bisa berpartisipasi secara penuh dalam proses belajar. 

Guru dan tenaga pendidik juga perlu dilatih agar mereka bisa menangani kebutuhan khusus yang mungkin dimiliki oleh siswa difabel dengan cara yang efektif dan empatik. 

Wujudkan Pendidikan Adil dan Merata untuk Semua

Membangun sistem pendidikan yang ramah difabel memerlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, baik pemerintah, sekolah, guru, maupun masyarakat. 

Pendidikan inklusif seharusnya berlandaskan pada prinsip bahwa setiap orang, tanpa pengecualian, berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. 

Pendidikan tersebut tidak hanya memberikan akses fisik ke ruang kelas, tetapi juga menghilangkan segala hambatan lingkungan yang dapat menghalangi potensi mereka untuk berkembang.

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Menumbuhkan Pendidikan Inklusif Tanpa Hambatan Bagi Difabel"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Mencari Kandidat Pengganti Nasi, Sorgum sebagai Solusi?
Kata Netizen
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Perang Ego, Bisakah Kita Menghentikannya?
Kata Netizen
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Berpenampilan Menarik, Bisa Kerja, dan Stereotipe
Kata Netizen
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Jelang Bagikan Rapor, Wali Murid Boleh Beri Hadiah?
Kata Netizen
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Delayed Gratification, Dana Pensiun, dan Masa Tua
Kata Netizen
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Memaknai Idul Kurban dan Diplomasi Kemanusiaan
Kata Netizen
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Sudah Sejauh Mana Pendidikan Kita Saat Ini?
Kata Netizen
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Masihkah Relevan Peran dan Tugas Komite Sekolah?
Kata Netizen
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Masa Muda Sejahtera dan Tua Bahagia, Mau?
Kata Netizen
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Jebakan Frugal Habit, Sudah Mencoba Hemat Tetap Saja Boncos
Kata Netizen
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Indonesia dan Tingkat Kesejahteraan Tertinggi di Dunia
Kata Netizen
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Mendesak Sistem Pendukung dan Lingkungan Adaptif bagi Difabel
Kata Netizen
Sedia Dana Pensiun Sebelum Waktunya Tiba
Sedia Dana Pensiun Sebelum Waktunya Tiba
Kata Netizen
Tren Berolahraga, Ikut Tanpa Perlu dengan Ekstrem
Tren Berolahraga, Ikut Tanpa Perlu dengan Ekstrem
Kata Netizen
Aslinya Baik, Sedangkan di Media Sosial Kok Berbuat Jahat?
Aslinya Baik, Sedangkan di Media Sosial Kok Berbuat Jahat?
Kata Netizen
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau