KOMPAS.com - Banyak perusahaan di seluruh dunia menggunakan kredit karbon sebagai bagian dari strategi iklim mereka untuk mengimbangi emisi.
Kredit karbon adalah sertifikat yang mewakili pengurangan, penghindaran, atau penghilangan satu ton karbon dioksida dari atmosfer.
Meskipun perusahaan mengklaim kredit ini membantu mereka mengurangi dampak lingkungan, ada perdebatan tentang apakah perusahaan yang membelinya benar-benar mengurangi karbon lebih cepat.
Namun, sebuah studi mendalam terhadap 89 perusahaan multinasional, yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications, mengungkapkan bahwa perusahaan yang membeli kredit karbon tidak mengurangi karbon lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak membelinya.
Baca juga: Filipina akan Terapkan Kebijakan Kredit Karbon, Targetkan Sektor Energi
"Pengimbangan emisi sukarela tidak memiliki kaitan dengan performa lingkungan perusahaan yang baik. Karena itu, cara ini bukanlah alternatif yang bisa diandalkan untuk tindakan regulasi, seperti penetapan harga karbon yang wajib dipatuhi," tulis para peneliti dalam makalah mereka, dikutip dari Phys, Kamis (18/9/2025).
Para peneliti memeriksa lebih dari 400 laporan keberlanjutan dan data lingkungan yang dilaporkan sendiri oleh perusahaan multinasional yang bergerak di industri minyak dan gas, otomotif, dan maskapai penerbangan.
Perusahaan-perusahaan tersebut adalah yang membeli dan menggunakan sekitar seperempat dari seluruh kredit karbon yang tersedia pada tahun 2022.
Kemudian, mereka membandingkan jumlah emisi yang berhasil dikurangi oleh perusahaan-perusahaan ini antara tahun 2018 dan 2023 dan tingkat ambisi dari target iklim mereka, dengan jumlah kredit karbon yang dibeli.
Untuk memastikan data perusahaan akurat, para peneliti mencocokkannya dengan data dari agensi kredit karbon ternama.
Studi tersebut menemukan bahwa, rata-rata, perusahaan menghabiskan sekitar 1 persen dari pengeluaran modal mereka untuk kredit karbon. Ini berarti kredit karbon hanya menyumbang bagian kecil dari keseluruhan anggaran.
Bagi beberapa perusahaan besar yang banyak membeli kredit karbon, seperti Delta Air Lines dan easyJet, membeli kredit dalam jumlah besar dapat mengalihkan dana dari proyek-proyek internal yang sebenarnya akan memangkas emisi mereka secara langsung.
Perusahaan lain menggunakan kredit karbon untuk mencapai target mereka karena cara ini lebih murah dan lebih mudah daripada melakukan perubahan struktural di dalam perusahaan.
Lantas bagaimana solusi untuk mengurangi emisi perusahaan?
Baca juga: Taktik Eropa Capai Target Iklim 2040: Beli Kredit Karbon dari Negara Berkembang
Para peneliti menyarankan agar beralih dari pengimbangan karbon sukarela dan fokus pada langkah regulasi, seperti kepatuhan karbon.
Itu adalah sistem yang diatur pemerintah di mana perusahaan wajib membayar untuk karbon yang mereka lepaskan. Tujuannya adalah untuk menciptakan dorongan finansial bagi perusahaan agar mengurangi emisi mereka.
Studi ini menyoroti pula mengenai kekhawatiran tentang greenwashing, di mana perusahaan menyesatkan konsumen tentang upaya lingkungan mereka. Temuan ini berlaku terlepas dari apakah pergeseran ke sistem regulasi terjadi atau tidak.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa peraturan yang berlaku saat ini sering kali tidak efektif dalam mencegah perusahaan membuat klaim lingkungan yang palsu.
Ini adalah persoalan krusial bagi konsumen yang ingin tahu apakah janji hijau suatu perusahaan benar-benar dijalankan atau hanya sebatas pencitraan belaka.
Baca juga: Menuju Net-Zero: KLH Tekankan Pentingnya Integritas Data Karbon
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya