JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah dan DPR RI dinilai gagal mengatasi ketimpangan kepemilikan lahan yang menjadi akar kemarahan masyarakat, hingga memicu gelombang aksi demonstrasi di berbagai daerah.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, ketimpangan penguasaan tanah dan sumber produksi telah menciptakan jurang sosial-ekonomi yang semakin lebar antara rakyat miskin dan kelompok orang super-kaya.
Kondisi tersebut, menurutnya, menjadi pemicu utama aksi protes rakyat di berbagai wilayah.
Baca juga: Dua Pihak Sengketa Lahan Pondok Indah Golf Sepakat Jaga Kondusivitas
“Rakyat Indonesia telah memperlihatkan perlawanan atas situasi ini. Gelombang perlawanan rakyat yang terjadi adalah akumulasi kemarahan terhadap kebijakan dan kinerja penyelenggara negara yang tidak pernah memihak kepada rakyat yang memberi mandat,” kata Dewi dalam keterangan tertulis, Rabu (24/9/2025).
Ia menambahkan, di tengah kondisi petani semakin miskin akibat kehilangan tanah dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, rakyat justru dibebani pajak yang mencekik, pencabutan subsidi, serta kenaikan harga kebutuhan pokok.
“Di tengah kesengsaraan, rakyat malah dipertontonkan dagelan elit politik dengan kebijakan yang hanya menguntungkan dirinya,” ujarnya.
Dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional 2025, KPA merilis **24 masalah struktural agraria** yang menjerat masyarakat di desa maupun kota. Beberapa di antaranya adalah ketimpangan penguasaan tanah di mana segelintir orang menguasai 58 persen tanah Indonesia, pengusiran warga dari tanah garapan dan pemukiman, meningkatnya konflik agraria, serta represivitas aparat terhadap masyarakat.
KPA mencatat, dalam sepuluh tahun terakhir terjadi sedikitnya 3.234 konflik agraria dengan luasan mencapai 7,4 juta hektar.
Akibatnya, 1,8 juta keluarga menjadi korban, terutama akibat proyek strategis nasional (PSN), kawasan ekonomi khusus (KEK), maupun ekspansi bisnis perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
Baca juga: Sengketa Lahan Masih Hantui IKN, Otorita Desak PPU Bikin Tim Terpadu
Selain itu, KPA menyoroti ketiadaan redistribusi tanah, monopoli lahan oleh konglomerat maupun BUMN, maraknya korupsi agraria, hingga pemborosan APBN/D untuk kepentingan pejabat.
“Masalah nyata yang dihadapi rakyat adalah penjarahan tanah dan air secara sistematis. Pemerintah harus sadar, rakyat miskinlah yang setiap hari dijarah kekayaannya, dan penjarahan ini tidak pernah berhenti,” tutur Dewi.
Atas kondisi tersebut, KPA mendesak pemerintah bersama DPR segera menjalankan reforma agraria sejati melalui redistribusi tanah kepada rakyat, mengembangkan ekonomi berbasis produksi rakyat, serta menyelesaikan berbagai konflik agraria yang masih berlangsung.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya