Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek CCS di Asia Berisiko Melepaskan 25 Miliar Ton Emisi Tambahan

Kompas.com - 07/10/2025, 17:05 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber knowesg

KOMPAS.com - Negara-negara di Asia tengah mempertimbangkan penggunaan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (CCS) untuk mengelola emisi bahan bakar fosil.

Akan tetapi sebuah laporan baru memperingatkan langkah tersebut justru berpotensi menambah emisi hingga 25 miliar ton pada tahun 2050.

Laporan dari Climate Analytics ini menyebut strategi CCS sebagai risiko yang signifikan dan tidak perlu yang mengancam Perjanjian Paris serta stabilitas keuangan negara-negara Asia tersebut.

Melansir Know ESG, Selasa (7/10/2025) studi ini menganalisis rencana dan proyek CCS di negara-negara termasuk China, India, Jepang, Korea Selatan, Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Australia.

Baca juga: Investasi CCS yang Masuk Indonesia Capai Rp 640,79 triliun

Total emisi gas rumah kaca dan bahan bakar fosil dari negara-negara tersebut mencapai lebih dari 50 persen dari total emisi global.

Asosiasi industri dan sejumlah pemerintah telah mempromosikan CCS sebagai cara untuk memangkas emisi bahan bakar fosil.

Meskipun demikian, laporan tersebut menyebutkan bahwa teknologi ini masih terkendala masalah teknis, efisiensi penangkapan yang minim, dan biaya operasional yang mahal.

Semua kekurangan ini membuat CCS jauh kalah menarik dibandingkan dengan solusi energi terbarukan yang dikombinasikan dengan penyimpanan energi dan elektrifikasi.

Climate Analytics berpendapat bahwa jika negara-negara meneruskan proyek CCS, mereka malah berisiko terjebak dalam ketergantungan bahan bakar fosil yang tidak dikurangi emisinya selama puluhan tahun.

Risiko ini akan berujung pada aset yang mangkrak yaitu infrastruktur fosil yang kehilangan nilai ekonomisnya, serta menghalangi pencapaian target 1,5 derajat C sesuai Perjanjian Paris.

Lebih lanjut, laporan itu menggarisbawahi bahwa penerapan CCS di sektor pembangkit listrik sangatlah mahal.

Biaya listrik yang dihasilkan setidaknya dua kali lipat dari rata-rata biaya global listrik yang dihasilkan dari energi terbarukan yang sudah memiliki fasilitas penyimpanan.

Baca juga: Kebocoran CCS Berisiko Perparah Perubahan Iklim, Bagaimana Mitigasinya?

Laporan juga menyatakan bahwa untuk sektor industri yang emisinya sulit dihilangkan, terdapat alternatif-alternatif yang lebih realistis yang tidak harus mengandalkan CCS, karena teknologi CCS sendiri masih menghasilkan emisi karbon.

Bill Hare, CEO Climate Analytics, mengatakan bahwa negara-negara Asia berada di persimpangan jalan.

Walaupun belum ada negara yang secara total memilih jalur CCS yang ambisius, banyak di antara mereka terutama Jepang, Korea Selatan, dan Australia telah merancang kebijakan yang mengutamakan kepentingan bahan bakar fosil.

Hare menilai ini sebagai langkah yang membahayakan iklim dan perekonomian negara, mengingat adanya alternatif yang jauh lebih bersih dan lebih terjangkau.

Baca juga: Eropa Jadi Pasar Paling Menarik untuk Investasi Energi Terbarukan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau