JAKARTA, KOMPAS.com - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) akhirnya buka suara terkait kampanye dirty nickel alias nikel kotor. Kampanye dirty nickel yang mulai muncul pada 2021 tersebut menuding penambangan nikel Indonesia belum ramah lingkungan.
“Selama 5 dekade dan kami membuktikan bahwa tuduhan dirty nickel itu tidak relevan untuk Vale Indonesia,” ujar Direktur Utama PT Vale Indonesia, Febriany Eddy dalam Public Expose Live, Senin (24/8/2024).
Febriany menjelaskan, secara statistik keselamatan kerja PT Vale Indonesia sudah sangat baik. Hal ini terlihat dari upaya reforestasi di luar konsesi yang dilakukan perusahaan.
“Bisa dilihat dan track record-nya sudah jelas. Kemudian tudingan deforestasi, kami sudah melakukan bahkan reforestasi di luar konsesi. Totalnya mencapai 250 persen dari lahan yang kami buka,” kata dia.
Baca juga: Jokowi Sebut Selama 8 Tahun Smelter Nikel Cs Hasilkan Rp 158 Triliun
Dia menyatakan, reputasi perusahaan dalam memproduksi nikel yang berkelanjutan telah mendapatkan pengakuan global. Hal ini terbukti dengan kemitraan Vale bersama perusahaan kelas dunia seperti Ford dan beberapa mitra dari Eropa.
"Kami terus menjaga dan bahkan meningkatkan reputasi ini," ucapnya.
Febriany menekankan bahwa PT Vale selalu dihadapkan pada tuduhan dirty nickel sejak lama. Namun, pihaknya terus membuktikan tuduhan tersebut tidaklah benar.
“Tuduhan pertama yaitu soal emisi karbon yang tinggi karena menggunakan batu bara. Kami sudah punya proses kelistrikan 100 persen dengan menggunakan PLTA, jadi itu salah satu counter kita,” ujarnya.
Dia menegaskan INCO berkomitmen untuk terus mendukung misi hilirisasi pemerintah yang telah menjadi bagian integral dari perusahaan sejak berdirinya. Menurut Febriany, pihaknya akan terus mengembangkan proyek-proyek yang telah direncanakan, termasuk mempercepat proses hilirisasi.
"Semua proyek pengembangan harus berjalan lebih cepat dan agresif, sesuai dengan peraturan yang berlaku serta arahan dari pemegang saham," katanya.
Febriany juga menjelaskan mengenai proyek-proyek strategis PT Vale, termasuk Indonesia Pomala Industrial Park (IPIP) dan kerja sama dengan Huayou dan Ford melalui joint venture untuk membangun pabrik High Pressure Acid Leach (HPAL). PT Vale memiliki opsi untuk meningkatkan kepemilikannya di proyek ini hingga 30 persen setelah evaluasi menyeluruh.
"Kami yakin bahwa melalui kolaborasi ini, PT Vale dapat terus berperan sebagai pemimpin dalam industri nikel yang berkelanjutan, sambil memastikan kepatuhan terhadap semua peraturan dan arahan dari pemegang saham kami," ujar Febriany.
INCO yakin isu "dirty nickel" tidak akan mengganggu operasional mereka. "Kami akan terus menjaga kualitas dan standar tinggi dalam setiap proses produksi," tegasnya.
Baca juga: Sebut Hilirisasi Era Jokowi Positif, Bamsoet: RI Jadi Penghasil Nikel Terbesar di Dunia
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang