JAKARTA, KOMPAS.com – Amerika Serikat mengenakan tarif impor hingga 47 persen terhadap produk tekstil Indonesia. Kebijakan ini merupakan bagian dari tarif resiprokal yang diberlakukan pemerintah AS.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengumumkan tarif resiprokal untuk sejumlah negara. Indonesia dikenai tarif sebesar 32 persen. Namun, penerapan penuh ditunda selama 90 hari. Selama masa penundaan, produk Indonesia hanya dikenakan tarif tambahan 10 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut produk tekstil dan garmen jadi komoditas utama yang terdampak.
“Dengan diberlakukannya 10 persen tambahan, maka tarifnya itu menjadi 10 persen ditambah 10 persen ataupun 37 persen ditambah 10 persen,” kata Airlangga dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/4/2025).
Baca juga: Tiba di AS, Airlangga Minta Trump Tinjau Tarif Impor untuk 20 Produk Unggulan RI
Ia menjelaskan, sebelum kebijakan ini, rata-rata bea masuk produk tekstil Indonesia ke AS berada di kisaran 10–37 persen. Dengan tambahan tarif 10 persen, tarif total menjadi 20–47 persen.
Selain tekstil, Airlangga menyebut komoditas lain yang ikut terdampak. Di antaranya garmen, alas kaki, furnitur, dan udang.
“Itu menjadi produk yang Indonesia mendapatkan tarif bea masuk lebih tinggi dibandingkan beberapa negara pesaing, baik dari ASEAN maupun negara Asia yang lain,” ucapnya.
Menurut Airlangga, tarif baru ini meningkatkan biaya ekspor. Bukan hanya importir AS yang menanggung, tetapi juga eksportir Indonesia.
“Ini juga menjadi concern bagi Indonesia karena dengan tambahan 10 persen ini ekspor kita biayanya lebih tinggi,” ujarnya.
Baca juga: Kemenperin Siapkan Insentif dan Pengawasan Impor untuk Lindungi Industri Tekstil
Pemerintah berupaya menekan tarif perdagangan agar ekspor Indonesia tetap kompetitif. Delegasi Indonesia dikirim untuk bernegosiasi dengan AS.
Airlangga mengatakan, Indonesia akan menawarkan kerja sama yang menguntungkan AS. Termasuk rencana impor LPG, minyak mentah, dan bensin dari AS.
“Hasil-hasil pertemuan tersebut akan dilanjut dengan berbagai pertemuan, bisa 1, 2, atau 3 putaran. Kami berharap dalam 60 hari kerangka tersebut bisa ditindaklanjuti dalam bentuk format perjanjian yang akan disetujui antara Indonesia dan Amerika Serikat,” katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang