JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengungkapkan hasil kajian lapangan terkait dengan tambang nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat yang saat ini dioperasikan oleh PT Gag Nikel (PT GN).
Menurut Hanif, pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambang nikel di kawasan itu ada, tetapi tidak terlalu serius.
"Bahwa berdasarkan kajian lapangan sebelumnya, luas bukaan (lahan tambang) yang terdata di kami berdasarkan citra satelit dan foto drone maka luasnya 187,87 hektare.Ini posisi yang dilakukan pemantauan oleh teman-teman di lapangan," ujar Hanif dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (8/6/2025) dilansir siaran Kompas TV.
"Jadi memang kelihatannya pelaksanaan kegiatan tambang nikel di PT GN ini relatif memenuhi kaidah-kaidah tata lingkungan. Artinya bahwa tingkat pencemaran yang nampak oleh mata itu hampir tidak terlalu serius," paparnya.
Baca juga: Dua Menteri Kompak Sebut PT Gag Boleh Menambang Nikel di Raja Ampat, Begini Penjelasannya
Dengan kata lain menurut Hanif, kalau pun ada ketidaktaatan pengelolaan tambang oleh PT Gag hanya bersifat minor.
Meski begitu, ia menekankan hasil laporan itu merupakan penelitian pandangan mata sehingga masih perlu kajian lebih lanjut.
Sebab ada sedimentasi yang diakibatkan kegiatan pertambangan nikel yang saat ini menutupi koral di perairan Raja Ampat.
"Ada beberapa langkah yang harus kita lakukan. Jadi sudah saya sampaikan bahwa secara umum semua pulau ini diliputi oleh, dikelilingi oleh koral. Koral sebagai suatu habitat yang memang harus kita jaga benar keberadaannya," ungkap Hanif.
Di sisi lain menurut Hanif, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan dari keberadaan tambang nikel di Pulau Gag.
Pertama bahwa kegiatan pertambangan PT Gag berada di pulau kecil yang sebagaimana dimaksudkan di dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 dan diubah melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004, pulau kecil tidak diprioritaskan dalam kegiatan tambang.
Kedua, Kementerian LH menggarisbawahi kondisi ekosistem Raja Ampat yang rentan akan kerusakan akibat eksplorasi tambang.
Hanif bilang, persetujuan lingkungan mestinya harus ditinjau kembali.
"Atau kita mungkin pertimbangkan memberikannya bilamana, pertama, teknologi penanganannya tidak kita kuasai atau kemudian kemampuan kita untuk merehabilitasi tidak mampu. Itu sebenarnya dua kegiatan ini mungkin menjadi pertimbangan kita untuk mereview keberadaan persetujuan lingkungan kalau memang ada," ungkapnya.