JAKARTA, KOMPAS.com – CEO Nvidia, Jensen Huang, mengungkapkan bahwa jika dirinya kembali menjadi mahasiswa berusia 20 tahun di era sekarang, ia akan memilih untuk mendalami ilmu fisika ketimbang perangkat lunak.
"Untuk Jensen muda yang lulus di usia 20 tahun, mungkin dia akan lebih memilih ilmu fisika daripada ilmu perangkat lunak," ujar Huang saat berbicara kepada wartawan dalam kunjungannya ke Beijing, Rabu (16/7/2025) dikutip dari CNBC.
Pernyataan itu muncul ketika seorang jurnalis menanyakan, "Jika Anda adalah Jensen berusia 22 tahun yang baru lulus kuliah di tahun 2025 ini, tapi tetap dengan ambisi yang sama, bidang apa yang akan Anda pilih?"
Baca juga: CEO Nvidia Jensen Huang Bakal Jual 6 Juta Saham hingga Akhir 2025
Ilmu fisika, berbeda dengan ilmu hayati, merupakan cabang ilmu luas yang berfokus pada studi sistem tak hidup, meliputi fisika, kimia, astronomi, dan ilmu bumi.
Ilmu fisika, menurut Huang, mencakup cabang keilmuan luas yang berfokus pada studi sistem tak hidup, meliputi fisika, kimia, astronomi, dan geosains—berbeda dengan ilmu hayati yang fokus pada sistem makhluk hidup.
Huang sendiri meraih gelar sarjana teknik elektro dari Oregon State University pada 1984 dan melanjutkan studi magister di bidang yang sama di Stanford University pada 1992.
Setahun kemudian, pada April 1993, ia bersama dua rekannya, Chris Malachowsky dan Curtis Priem, mendirikan Nvidia di sebuah restoran Denny’s di San Jose, California.
Baca juga: Jensen Huang Jual Saham Nvidia Senilai Rp 591 Miliar
Kini, Nvidia tumbuh menjadi perusahaan semikonduktor paling bernilai di dunia.
Bahkan, pekan lalu, nilai pasar Nvidia menembus 4 triliun dollar AS, menjadikannya perusahaan publik pertama yang mencapai tonggak tersebut, meski tengah menghadapi pembatasan ekspor chip.
Meski tidak menjelaskan secara spesifik alasan memilih ilmu fisika, Huang dikenal sebagai pendukung kuat konsep Physical AI atau Kecerdasan Buatan Fisik, yang ia sebut sebagai "gelombang berikutnya" dalam perkembangan AI.
Berbicara dalam forum The Hill & Valley di Washington, D.C., pada April lalu, Huang memaparkan bahwa dunia telah melewati beberapa fase evolusi AI dalam 15 tahun terakhir.
"AI modern mulai mendapat perhatian sekitar 12 hingga 14 tahun lalu, ketika AlexNet muncul dan membawa terobosan besar dalam visi komputer," ungkap Huang.
Baca juga: Saham Nvidia Cetak Rekor, Kekayaan Jensen Huang Naik Rp 82 Triliun
Model AlexNet, yang diperkenalkan pada 2012, membuka jalan bagi teknologi pembelajaran mendalam (deep learning) dan mendorong ledakan inovasi di bidang AI. Fase ini disebutnya sebagai Perception AI, atau AI persepsi.
Kemudian muncul gelombang kedua, Generative AI, di mana model AI mulai memahami makna informasi dan bisa menerjemahkannya ke berbagai bentuk—bahasa, gambar, kode, dan lainnya.
Kini, menurut Huang, dunia telah memasuki era Reasoning AI. "AI sekarang bisa memahami, menghasilkan, menyelesaikan masalah, dan mengenali kondisi yang belum pernah kita lihat sebelumnya," jelasnya.