Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Aliman Shahmi
Dosen

Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar

Menguji Logika Defisit APBN Nol Persen Prabowo

Kompas.com - 20/08/2025, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

THOMAS Sowell pernah menulis ungkapan yang tampak sederhana, tetapi sangat tajam: "The first lesson of economics is scarcity: There is never enough of anything to satisfy all those who want it. The first lesson of politics is to disregard the first lesson of economics."

Kalimat ini seperti tamparan keras bagi setiap pengambil kebijakan, mengingatkan bahwa ekonomi bergerak dalam batas kelangkaan, sementara politik kerap menjanjikan dunia tanpa keterbatasan.

Ungkapan Sowell kini menemukan relevansinya dalam wacana terbaru pemerintahan Prabowo Subianto yang berambisi mewujudkan defisit APBN 0 persen pada 2027 atau 2028.

Bagi publik, janji zero deficit terdengar sebagai kabar gembira. Siapa yang tak ingin melihat Indonesia berdiri tegak tanpa beban utang baru?

Namun, para ekonom justru menyambut rencana ini dengan rasa was-was. Mereka melihat ambisi tersebut bukan hanya sulit dicapai, tetapi juga berpotensi menimbulkan pengorbanan yang besar: pengurangan belanja sosial, pemangkasan investasi publik, bahkan bergantung pada instrumen seperti Badan Pengelola Investasi (Danantara) yang kinerjanya belum teruji.

Baca juga: Prabowo Hapus Tantiem Rp 40 M Komisaris BUMN, tapi Pertahankan Rangkap Jabatan

 

Di sinilah peringatan Sowell kembali menggema: ketika politik mencoba mengabaikan hukum kelangkaan, rakyatlah yang bisa menjadi korban.

Kelangkaan dan realitas fiskal

Ekonomi selalu bergulat dengan kelangkaan. Dalam APBN, pemerintah harus membagi sumber daya yang terbatas antara belanja pegawai, subsidi energi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pembayaran bunga utang.

Masing-masing sektor menuntut prioritas, dan tidak ada cara untuk memuaskan semuanya sekaligus.

Oleh karena itu, dalam kerangka fiskal modern, defisit justru menjadi instrumen penting. Selama berada dalam batas aman—misalnya di bawah 3 persen dari PDB sesuai Undang-Undang—defisit memungkinkan negara untuk tetap berinvestasi di sektor-sektor strategis.

Namun, ambisi untuk meniadakan defisit sama sekali mengandung konsekuensi besar. Ketika Prabowo menargetkan defisit nol, ia secara implisit mengabaikan kenyataan kelangkaan ini.

Para ekonom menilai defisit 2 persen masih sehat, bahkan ideal, karena memberi ruang fiskal tanpa membebani generasi mendatang. Sebaliknya, target 0 persen justru bisa memaksa pemerintah melakukan penghematan berlebihan.

Alih-alih memperkuat pembangunan, APBN bisa berubah menjadi instrumen pengetatan yang menghambat pertumbuhan dan memperlebar ketimpangan sosial.

Dengan kata lain, janji zero deficit terdengar manis di telinga politik, tetapi pahit dalam hitungan ekonomi.

Pemaksaan kebijakan semacam ini justru mengabaikan fungsi APBN sebagai alat untuk menjaga keseimbangan sosial-ekonomi, dan bukan sekadar neraca yang harus disulap tanpa defisit.

Baca juga: Kabupaten Pati, Ketidakseimbangan Fiskal, dan Rendahnya Moralitas Politik

Salah satu pilar yang digadang untuk menopang ambisi defisit nol adalah kontribusi besar dari Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Pemerintah berharap lembaga ini mampu menyumbangkan hingga Rp 700 triliun ke kas negara.

Halaman:


Terkini Lainnya
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Harga Emas Melambung, Hartadinata Abadi (HRTA) Optimistis Penjualan Tumbuh hingga 60 Persen
Cuan
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Youth Chapter Hadir di Belt and Road Summit 2025, Dorong Keterlibatan Pemuda dalam Ekonomi Global
Ekbis
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Pertamina NRE Gandeng HyET Belanda Kembangkan Teknologi EBT
Energi
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Surya Semesta Internusa (SSIA) Tetap Bagi Dividen 30 Persen di Tengah Proyeksi Penurunan Laba
Cuan
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Purbaya Menteri Keuangan Baru, Indef: Dia Ekonom yang Baik...
Ekbis
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Harpelnas 2025, J Trust Bank (BCIC) Sebut Nasabah jadi Bagian Penting
Keuangan
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Lapangan Minyak Tua Sumatera Pecahkan Rekor Produksi 30.000 Barrel per Hari
Energi
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Hong Kong Dorong Kolaborasi Internasional, Tampilkan Peran Kunci di Belt and Road Summit 2025
Ekbis
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
KPPU Dalami Kelangkaan BBM Non-Subsidi, Jaga Agar Tidak Ada Praktik Monopoli
Ekbis
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ferry Juliantono Jadi Menkop, Pelaku Usaha Ungkap Tugas yang Harus Diprioritaskan
Ekbis
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
IHSG Anjlok, Menkeu Purbaya: Saya Orang Pasar, 15 Tahun Lebih...
Cuan
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Multi Medika Internasional (MMIX) Bakal Bagi Saham Bonus untuk Investor, Simak Rasionya
Ekbis
Daftar Menteri yang Diganti Prabowo: dari Sri Mulyani hingga Budi Arie
Daftar Menteri yang Diganti Prabowo: dari Sri Mulyani hingga Budi Arie
Ekbis
Bumi Aki Raih Penghargaan di SIAL Shenzhen 2025
Bumi Aki Raih Penghargaan di SIAL Shenzhen 2025
Ekbis
Digitalisasi Data Kependudukan Perkuat Ekonomi dan Inklusi Keuangan
Digitalisasi Data Kependudukan Perkuat Ekonomi dan Inklusi Keuangan
Ekbis
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau