ISU take home pay (THP) kembali mengemuka di ruang publik. Penyesuaian gaji dan tunjangan yang dilakukan pemerintah sempat membuat angka THP pejabat negara sedikit menurun, tetapi kritik masyarakat tidak mereda.
Netizen tetap mempertanyakan mengapa gaji bersih pejabat, terutama anggota DPR dan sebagian ASN, masih terlampau tinggi jika dibandingkan dengan kinerja yang dirasakan publik.
Pada saat sama, pekerja swasta justru merasa upah bersih mereka semakin tergerus oleh inflasi dan tingginya biaya hidup.
Kontras inilah yang menimbulkan pertanyaan besar: apakah THP di Indonesia masih berbasis jabatan semata, atau sudah dikaitkan dengan kinerja nyata?
Baca juga: Rakyat Miskin, Negara Kaya, Uangnya di Mana?
Take home pay secara sederhana adalah penghasilan bersih yang diterima pekerja setelah dikurangi pajak, iuran, dan potongan lainnya.
Dalam literatur manajemen, THP termasuk bagian dari kompensasi langsung yang mencerminkan kesejahteraan pekerja (Milkovich & Newman, 2016).
Lebih jauh Gary Dessler (2017) menekankan bahwa sistem kompensasi harus adil di dalam organisasi, kompetitif di pasar tenaga kerja, serta terhubung dengan kinerja individu.
Prinsip keadilan diperkuat oleh teori Equity dari J. Stacy Adams (1963), yang menegaskan bahwa pekerja akan selalu menimbang antara input berupa kerja, pengalaman, dan pengorbanan dengan output berupa gaji dan tunjangan.
Jika tidak seimbang, maka rasa ketidakadilan muncul dan motivasi menurun.
Frederick Herzberg (1959) melalui teori motivasi-hygiene menyatakan bahwa gaji adalah faktor penting yang dapat menghindarkan ketidakpuasan, meski tidak otomatis menciptakan motivasi.
Sementara itu, International Labour Organization (ILO, 2019) menegaskan bahwa gaji bersih harus setidaknya mampu mencukupi kebutuhan hidup layak, prinsip yang di Indonesia direfleksikan dalam penetapan UMP dan UMK tiap tahun.
Perbedaan besar terlihat dalam praktik penggajian di tiga sektor utama. Bagi ASN, THP dihitung dari gaji pokok, tunjangan kinerja, serta tunjangan keluarga, dikurangi pajak dan iuran BPJS.
Data Kementerian Keuangan (2024) menyebut bahwa ASN golongan III dengan masa kerja 10 tahun menerima gaji pokok sekitar Rp 3,5 juta, ditambah tunjangan kinerja yang rata-rata mencapai Rp 8 juta– Rp 20 juta tergantung instansi.
Tidak mengherankan bila instansi dengan tunjangan besar seperti Kemenkeu lebih banyak diminati.
Baca juga: RUU Perampasan Aset, Harapan atau Bumerang?
Anggota DPR berada pada level berbeda. Dengan gaji pokok sekitar Rp 4,2 juta, ditambah tunjangan jabatan, komunikasi, kehormatan, serta fasilitas rumah dan transportasi, total THP mereka bisa menembus lebih dari Rp 60 juta per bulan (Sekretariat Jenderal DPR, 2023).