Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Publik Tunggu Keputusan Restoratif, Bukan Represif

Kompas.com - 01/09/2025, 14:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BERKALI-kali rasionalitas publik dikangkangi dengan kebijakan Pemerintah yang rendah teknokrasi (Yanuar Nugroho, 21/4).

Ditambah beberapa menteri ceroboh dan lakukan blunder berulang kali. Ini telah saya ulas pada kolom yang lalu (17/8), “80 Tahun Merdeka, Terperangkap Mediokrasi”.

Imbasnya, kepercayaan publik tererosi, sedikit demi sedikit. Kesal dan muak itu memuncak ketika pajak naik. Konon tujuannya untuk ongkosi pembangunan.

Namun di tengah efisiensi, fasilitas anggota DPR tetap tinggi, salah satu yang disorot tunjangan rumah Rp 50 juta per bulan. Di situ api kecil mulai terpantik, sementara beberapa anggota Dewan berjoget. Ironinya terjadi di forum resmi, sidang tahunan MPR (15/8).

Sedang di akar rumput, daya beli masyarakat turun. Fenomena “Rohana”, “Rohali” “Romusa” itu nyata (30/7). Soal ini, para ahli telah laporkan berkali-kali. Namun, para pejabat menyangkal, Menko Perekonomian, misalnya (5/8).

Angka-angka indeks juga mengafirmasi, kondisi Indonesia sedang tak baik-baik saja. Lagi-lagi itu disangkal, ketika BPS rilis pertumbuhan ekonomi Triwulan II capai 5,12 persen, dari sebelumnya 4,87 persen (5/8).

Lapangan kerja menyusut karena banyak PHK. Presiden sangkal, pengangguran sekarang terendah sejak 1998 (15/8).

Jauh sebelum itu, sesungguhnya #kaburajadulu (14/2) dan #indonesiagelap (17/2) telah beri alarm. Sayang, lagi-lagi disangkal dengan mengatakan “Indonesia Gelap didanai koruptor”.

Dengan nada meledek menimpali, “Sorry, ye. Indonesia cerah, masa depan Indonesia cerah” (20/7). Padahal, beberapa bulan sebelumnya Presiden minta jajarannya untuk perbaiki komunikasi (21/3).

Baca juga: Negara Bukan Malaikat, Rakyat Bukan Nabi

Di tengah situasi yang mulai menghangat, tiba-tiba Wakil Menteri Ketenagakerjaan dicokok KPK. Immanuel Ebenezer yang dikenal vokal itu menambah daftar panjang koruptor. Dengan ekspos barang bukti berupa puluhan mobil dan motor mewah, meningkatkan antipati (20/8).

Penyangkalan

Amuk massa itu sejatinya berakar dari penyangkalan kondisi, aspirasi dan perasaan masyarakat. Orang bilang, “Bebal!”.

Seandainya tak disangkal, Pemerintah akan punya pemahaman suasana kebatinan masyarakat yang lebih dalam. Juga punya analisis situasi yang lebih jernih. Ujungnya, mitigasi dapat dilakukan.

Dari sana mereka bisa tetapkan kapan suatu program diakselerasi dan kapan suatu kebijakan perlu direm. Namun, beberapa bulan terakhir, nampak Pemerintah bekerja tanpa navigasi.

Tandanya, kementerian/lembaga berlomba-lomba ajukan anggaran jumbo (12/7). Menteri Keuangan, yang biasanya lakukan disiplin fiskal, juga terlihat kedodoran. Tak lagi lihat mana yang prioritas, mana yang urgen dan mana yang bisa dijeda.

Beberapa waktu belakangan, alarm sempat menyala lagi. Lalu dipatahkan dengan pernyataan Presiden, “Banyak pihak yang sengaja ingin memicu kerusuhan di Indonesia” (28/8). Seolah semua hal bersumber dari faktor eksternal, bukan internal pemerintahan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Jadi Menteri P2MI, Mukhtarudin Punya Harta Rp 17,9 Miliar
Jadi Menteri P2MI, Mukhtarudin Punya Harta Rp 17,9 Miliar
Nasional
Sri Mulyani Kena 'Reshuffle', Mensesneg: Bukan Mundur, Bukan Dicopot
Sri Mulyani Kena "Reshuffle", Mensesneg: Bukan Mundur, Bukan Dicopot
Nasional
MK Cecar Wamenkum soal Polisi Aktif di Instansi Tak Terkait Polri
MK Cecar Wamenkum soal Polisi Aktif di Instansi Tak Terkait Polri
Nasional
Menko Yusril Minta Advokat Bantu Tangani Kasus Hukum Pedemo yang Ditahan
Menko Yusril Minta Advokat Bantu Tangani Kasus Hukum Pedemo yang Ditahan
Nasional
Kemenhan Tegaskan Kehadiran TNI di Jalan Hanya Bentuk Perbantuan ke Polri
Kemenhan Tegaskan Kehadiran TNI di Jalan Hanya Bentuk Perbantuan ke Polri
Nasional
Jadi Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa Punya Harta Rp 39,2 Miliar
Jadi Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa Punya Harta Rp 39,2 Miliar
Nasional
Di Sidang MK, Pemerintah Jelaskan Tafsir Aturan Polisi Aktif Jadi Pejabat
Di Sidang MK, Pemerintah Jelaskan Tafsir Aturan Polisi Aktif Jadi Pejabat
Nasional
Yusril: Presiden Sudah Tegaskan dan Minta DPR Segera Bahas RUU Perampasan Aset
Yusril: Presiden Sudah Tegaskan dan Minta DPR Segera Bahas RUU Perampasan Aset
Nasional
Cak Imin Respons Menteri P2MI Karding yang Dicopot Usai Viral Main Domino
Cak Imin Respons Menteri P2MI Karding yang Dicopot Usai Viral Main Domino
Nasional
Jadi Menteri Haji dan Umrah, Gus Irfan Punya Harta Rp16,2 Miliar
Jadi Menteri Haji dan Umrah, Gus Irfan Punya Harta Rp16,2 Miliar
Nasional
Hotman Klaim Tak Ada Mark-up di Pengadaan Chromebook Nadiem Makarim
Hotman Klaim Tak Ada Mark-up di Pengadaan Chromebook Nadiem Makarim
Nasional
Menteri P2MI Baru Bakal Sowan dan Kenalan, Janji Teruskan Program Sebelumnya
Menteri P2MI Baru Bakal Sowan dan Kenalan, Janji Teruskan Program Sebelumnya
Nasional
 4.800 dari 5.444 Pedemo yang Ditangkap Telah Dibebaskan
4.800 dari 5.444 Pedemo yang Ditangkap Telah Dibebaskan
Nasional
Kadernya Jadi Menteri P2MI, Golkar: Presiden Punya Perhitungan Sendiri
Kadernya Jadi Menteri P2MI, Golkar: Presiden Punya Perhitungan Sendiri
Nasional
Prabowo Copot Abdul Kadir Karding, Menteri PKB di Kabinet Berkurang
Prabowo Copot Abdul Kadir Karding, Menteri PKB di Kabinet Berkurang
Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau